Desember 29, 2003

Desember 27, 2003

hanya kau yang punya jawaban atas hidupmu. atas takdirmu. kaulah yang menentukan ke arah mana perahu akan berlayar. sedang aku masih tetap sebagai dermaga yang sia-sia dalam penantian. aku memang pernah disinggahi banyak perahu, tapi itu dulu. sekarang, setelah satu-satu perahu itu berlalu.. aku hanya dermaga tua yang siap lapuk dimakan waktu, dimakan usia.

aku sudah tak peduli lagi tentang semuanya, karena kini aku hanya mencari satu saja kunci dari hidup: HATI!
aku tak punya hati yang luas, sedang hidup ini butuh hati seluas samudera, selapang langit yang membentang biru. dan aku tak punya itu. maka duniaku terasa sempit dan gelap. melingkarlingkar dalam labirin. dalam ingatan tentang jarak, tentang waktu, tentang usia yang menua, tentang kematian yang menakutkan.

kini aku hanya bisa bersumerah, sekedar mempercayai bahwa doa adalah senjata paling ampuh yang manusia punya. dalam doaku, aku berharap semoga saja akan ada yang membawakan hati seluas lautan.. seluas cakrawala.. seluas mayapada.. ke dalam hidupku. hingga aku tak merasa takut lagi, ketika esok pagi terbangun.. disampingku hanya ada sebuah buku.

Desember 23, 2003

inilah hidup bung!
secepat kilat kita berubah. seperti putaran roda. kadang di atas, kadang di bawah. kecepatannya kadang melebihi kecepatan cahaya. anda perlu contoh bung?

begini, pernahkah anda merasa sedih? seakan-akan dunia hanya gelap. tanpa cahaya sedikitpun? kemana pun anda berpaling, yang terlihat hanya mendung yang menelikung. anda seakan ingin mati saja? pernahkah?
lantas beberapa detik setelah itu, anda bertemu seorang kawan dan anda menceritakan apa yang terjadi, lantas kawan anda tersenyum ramah dan menolong anda. secepat itu juga anda merasa seakan-akan dunia menjadi biru. penuh warna, terang. anda seakan-akan melayang di angkasa bersama ribuan burung. pernah kan?

anda mungkin lupa, tapi kelak semua itu bisa terjadi lagi. sebab dunia ini bulat, dan kita berputar di atasnya.

Desember 16, 2003

membaca peta di matamu

dimatamu kulihat peta kota tempat semuanya bermula
kau yang menggariskan rindu tepat di jantungku
menorehkan satu demi satu kalimat panjang tentang
masa depan. menjadi simbol tentang gerimis
yang meringis

aku ingin pulang saat menatap hitam matamu
aku ingin kembali ke masalalu ketika bola matamu
berkilat serupa api menjilatjilat sunyi di tubuh adam
aku ingin terbang, membawamu menuju kota tempat segala
mimpi lebur dalam karungkarung ingatan tentang airmata

kau telah menuliskan kalimat panjang tentang manusia
tentang rindu yang abu, tentang hidup yang redup
dan aku tak mungkin kembali tanpa kilat matamu
yang memaku

jogja, 08 desember 2003

Desember 14, 2003

aku kembali harus diseret pada sebuah kenyataan. dijerumuskan pada realitas, bahwa pada akhirnya semua pejalan harus pulang. ya, pada akhirnya!
setelah pengembaraan yang meletihkan menyuguhkan satusatu mimpi buruk di setiap tikungan, di setiap persimpangan.

Desember 12, 2003

tadi siang bapak ini nelpon saya dengan suara yang terdengar kaget dan ingin tahu yang besar. dia bilang kalo lukman a sya sudah almarhum. kontan saya pun terbawa kaget. lhaa.. sebelum lebaran saya sempat ketemu lukman, dan dia baik-baik saja.

akhirnya saya memutuskan untuk nyari kabar sendiri sama temen-temen di bandung, apa bener yang dia bilang itu bener atau hanya issue doang. dan sebuah sms saya terima dan membuat jantung terasa copot.

Zar, lukman telah pergi.. relakan dia.
berdoa saja, dan tolong kabari
teman2 yg lain. kamu masih
di jogja kan?

sender: rahmawinasa
+6281723848XX
sent: 12 des 2003
15:17:34

DZIGHHHHHHHHHHHHHHH!!!

Desember 09, 2003

malam semakin larut
sunyi makin akut
dan aku semakin takut

dimana engkau?
masih juga kueja satu persatu huruf
mencari wujudmu yang mungkin alpa
kubaca diantara deretan kalimat

rinduku lelah sudah
mencari muara, mencari armada.

BumiAllah, 09 Desember 2003

Desember 02, 2003

murka bapa

amarah jadi lautan di matamu
menghanyutkan cinta setulus matahari
menenggelamkan matahari setulus cinta
di matamu, aku menjelma rajah
dimantrakan dengan segala dengki

aku perempuan penuh laknat
dicambuki maki bapak
diciumi benci ibu

aku perempuan kecil jelmaan rahwana
dikutuk empat juta orang atas khianat
yang bersarang di dada kanan.

bumiallah, 27 november 2003

November 27, 2003

akhirnya aku harus pergi juga. seperti mimpi-mimpiku tempo hari, seperti kekhawatiranku yang timbul tenggelam dalam bulan-bulan terakhir kemarin.
ya, ini puncaknya. keributanku dengan bapak membuat sebuah kalimat yang sebenarnya sangat tidak diharapkan keluar dari bibirnya: pergi dari rumah ini!

aku tahu bapak menangis di hatinya meski wajahnya merah padam karena amarah. kukemasi pakaian secukupnya, kukemasi ijasah sd sampai sma (meski aku pikir, semuanya percuma saja). kukemasi airmata.. lantas aku pergi. yaa.. tadi pagi aku meninggalkan rumah. dan kini, aku tak tahu kemana aku harus pergi.

aku menelpon beberapa teman, tapi ternyata mereka tak bisa membantu. mungkin momentnya kurang tepat. atau memang mereka sibuk? iyalah.. aku ngerti, ini kan masih lebaran. orang masih saling menabur maaf. dan orang tengah membuka lebar-lebar waktu untuk keluarganya. dan aku? aku bukan siapa-siapa.

kuputuskan untuk berjalan... menyusuri jalanan kota bandung. ini seperti mimpi. biasanya seorang bapak mengusir anak perempuannya karena dia hamil diluar nikah, atau dia tak mau dijodohkan, tapi aku???

sebetulnya sudah lama perselisihan ini terjadi. aku memang anak paling durhaka dibanding semua saudaraku yang lain. setelah berhenti kuliah, bukannya nyari kerja malah diam di rumah tanpa kerjaan yang jelas. mondar-mandir di rumah mungkin membuat bapak naik pitam. tapi bukan itu saja, ahh.. ada beberapa hal yang tak bisa kutulis disini. terlalu rumit.

sekarang, jadilah aku anak alam. atapku langit, dan lantaiku bumi. ahh.. hiperbolis banget ya?

November 17, 2003

kepada lakilaki yang menyimpan lautan di hatinya

terima kasih telah kau ijinkan aku singgah di hatimu
melarutkan airmata dalam gerimis. menyusun kembali
puzzle hidup yang poranda

kita masih berdiri pada stasiun yang sama
menggumamkan rangkaian peristiwa sebagai peta
mencatat semua yang telah lewat, mengabadikan
seluruh janji

terima kasih untuk terus percaya bahwa kita bisa terbang
dengan berpelukan, melarung perjalanan dengan bergenggam
tangan. mencipta puisi dari harihari yang menjelma rasi
meski selalu ada yang tak selesai diantara kita
ketika raungmu memecah sunyi gerbonggerbong
yang membawa seluruh hasrat pada geletar angkasa
hanya tawa yang terdengar samar, mengabut dalam kenangan
mencipta jarak bagi pengembara yang terluka

aku hanyalah perempuan asing dalam perjalananmu
menempuh rimba usia, tapi kau telah mendekapku
serupa malam memeluk bulan

rintihmu mengabur dalam desau camar dan nyanyi daun
mungkin jarak terlalu lekat hingga airmata menjadi kelelawar
yang memangsa ranum hatimu meski lindap bulan merajam
gelap dalam dada

perbincangan telah selesai
tapi rindu kita tak pernah usai.

BumiAllah, 12 November 2003

November 08, 2003

memburu nafas berbatu
: kepada ibunda tercinta


jeritmu memecahkan bulan di jantungku
rintihmu merobek malam menjadi serpihan
serpihan gelap yang menyayat. ragamu koyak
sedang aku hanya menggapai kekosongan
menyempurnakan luka lantas airmata membeku
hanya menjadi igau dan racau

kanker itu mungkin telah menjalar ke tengkuk
seiring teriak hampamu memanggil seluruh penghuni
kubur keluarga

jangan pergi...
aku belum sempat membuatmu tersenyum bangga
hanya luka dan duka yang kunarasikan sepanjang masa
jangan pergi...
berikan sedetik lagi untukku
agar bisa kupersembahkan bakti paling purba
- mencium telapak kakimu adalah menghirup wangi surga

biarkan aku memikul seluruh lukamu agar tak kudengar
rintih dan jeritmu yang menghancurkan langit dan bumi
di dadaku
biarkan kucumbu engkau sebagai seseorang
yang pernah singgah di rahimmu

jangan pergi...
hanya padamu kuterjemahkan makna cinta seutuhnya.


07 november 2003

gemetar tanganku menulis kalimat demi kalimat itu. dada seakan sesak. benar-benar tak bisa terbayangkan, jika benar terjadi bahwa orang yang tengah tergolek di tempat tidur itu takkan bangun kembali. hampir saja airmata menetes. tapi rintihnya membuatku lantas mendekapnya erat, sangat erat.

telah kukecewakan seorang ibu, masih pantaskah aku menjadi seorang anak?

November 03, 2003

menjadi diri sendiri

klasik ya?
memang selama ini aku tengah menyamar ya?
entahlah.. banyak kejadian dan peristiwa yang sengaja maupun nggak sengaja membuatku berpikir bahwa aku telah menjadi orang lain. mungkin dalam kepalaku telah hadir jiwa lain yang merebut jiwaku yang sebenarnya. akhirnyaa dengan kekuatan bulan *ngikutin ibu satu ini* aku berperang melawan sosok asing yang selama ini telah membuatku benar-benar harus takluk dan bertekuk lutut.

seperti apa sosok dalam dirikku itu?
sosok itu mungkin sosok laki-laki pada umumnya, dengan kegilaan yang pada umumnya juga. biasanya sosok itu berteriak di tengah malam buta tanpa berpikir dua kali. atau menangis sejadi-jadinya dengan tanpa sebab yang jelas. kalau sudah begini, aku hanya bisa pasrah.

sosok itu jelas sangat jauh sifatnya denganku. dia macho, sedang aku? aku terlahir sebagai perempuan. sebagai seseorang yang seharusnya keibuan, lembut dan penuh kasih sayang. sedang yang terlihat jelas di hadapan orang-orang yang kutemui sungguh sangat berbeda. meski dandanan sudah sangat cewek abis, tapi tingkahku tetap seperti orang lain. tidak mencerminkan pokona mah.

seperti halnya kejadian yang telah menimpa artis blogger satu ini, seperti itulah kebanyakan pertemuan diawali. selalu dengan kesalah pahaman tentang sosok. padahal sumpeh lo *pake gayanya bapak satu ini* tidak ada niatan untuk menyembunyikan identitas sama sekali. kalau tokh ada yang bertanya, aku akan menjawab sesuai kenyataan. tapi orang cenderung sudah memvonis dengan membayangkan sosokku terlebih dahulu, tanpa konformasi langsung. iya kan bu?

mungkin saat inilah aku harus berperang melawan sosok asing dalam diri yang selama ini telah benar-benar berkuasa dalam setiap sel darah. meski dengan begitu, aku harus rela kehilangan cewek-cewek cantik yang selama ini diam-diam mengagumiku *ciee... pede banget gue*

semoga tak ada lagi orang-orang yang menganggapku salah satu dari sekian anggota teroris yang beberapa waktu kemarin mengguncangkan indonesia dengan bom dan terornya.

aku perempuan lhooo!!! *lirik cowok-cowok di pinggir jalan*
itu sih abang-abang becak neng! :D

November 02, 2003

27 tahun

1 november 1975 seorang laki-laki terlahir di tanah jampang. aku mengenalnya ketika dia berusia 24 tahun. saat itu aku baru memasuki sebuah kampus. sosoknya benar-benar sosok seorang penyair. aku tak pernah berniat mengenalnya dengan begitu dekat, bahkan sangat dekat. tapi akhirnya waktu mempertemukan kami dalam sebuah ruang. ruang kontemplasi yang benarbenar sunyi.

dia yang mengajariku menghipnotis kata agar menjadi untaian mutiara. namun aku selalu menjawab, aku tak berbakat! tapi selalu dia pun berkata, coba dan buktikan. aku yakin kau bisa.
aku tertawaa.. lantas iseng mengambil pena dan menulis sebuah kalimat yang tak selesai.

sebulan kemudian, coretanku itu dimuat di koran lokal. haha.. dia tertawa penuh kemengan. betul kan? coba ke koran yang lebih besar. koran nasional! aku masih saja berkata, aku tak berbakat!
dan dia pun selalu menjawab dengan kata yang sama, coba dan buktikan. aku yakin kau bisa.

sekarang, hampir empat tahun aku belajar padanya. meski beberapa waktu yang lalu sempat vakum karena tak ada komunikasi diantara kami berdua. sekarang?
sekarang usianya tepat 27 tahun. lantas aku? aku tak punya apa pun untuk dijadikan sebagai hadiah. hanya beberapa kalimat yang tak selesai...

apa arti 27 tahun
setelah waktu menjadi tikaman pedang
setelah jarak menjadi torehan luka
dan airmata masih saja mengalir atas namanya

apa arti 27 tahun
jika puisi tak lagi tercipta
hanya sayatansayatan sepi yang mencabik
cabik hati, lantas kita kalah dan berlari

apa arti 27 tahun
jika kau hanya berdiam dalam sunyi.


didedikasikan untuk seorang Lukman A Sya

Oktober 23, 2003

tiba-tiba saya teringat dengan beberapa lagu dari puisi-puisinya sapardi djoko damono. ya, saya masih ingat saat itu setiap hari yang saya nyanyikan adalah lagu musikalisasinya dia. beberapa puisi menjadi favorit saya karena sentuhan musik dan liriknya yang benar-benar pas. malam ini, tiba-tiba saya ingin menuliskan semuanya..

sapardi djoko damono
ketika jari jari bunga terbuka

ketika jari jari bunga terbuka
mendadak terasa: betapa sengit cinta kita
cahaya bagai kabut, kabut cahaya

di langit. menyisih awan hari ini
di bumi. meriap sepi yang purba
ketika kemarau terasa ke bulu bulu mata
suatu pagi di sayap kupu kupu,
di sayap warna

suara burung di ranting ranting cuaca
bulu bulu cahaya; betapa parah cinta kita
mabuk berjalan, diantara jerit bunga bunga rekah

ketika kau

ketika kau entah dimana dalam nadiku
kusaksikan kertap cahaya itu
belum pernah kukenal sebelumnya
cuaca tersirap begitu tiba tiba

ketika kau entah dimana dalam urat darahku
kudengar lengking suara itu
:seperti asing rasanya matahari senja
tak ingin tenggelam di ufuk sana

pada suatu hari nanti

pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri

pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi diantara larik larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati

pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela sela huruf sajak ini
kau takkan letih letihnya kucari


sekarang rasanya sulit untuk bisa mendengarkan lagu-lagu itu dari kaset aslinya. dan saya pun tak sempat merekamnya. saya rindu dengan lagu itu.

Oktober 11, 2003

dunia macam apa ini?

dunia macam apa ini, bapak?
karena ulahmu aku ada, dan dari rahim perempuanmu aku lahir
tapi apakah kau tahu? dunia apa yang tengah kau kirimkan untukku?

aku merintih.. saat melihatmu hanya terbaring
mana kekuatanmu saat kau mengirimku ke dunia ini?
aku hanya mampu melihatmu, tanpa bicara sepatah kata pun

bapak, aku letihhhhhhhhhhhh
apakah kau lebih letih dariku? atau kau sama sekali tak pernah letih?
aku tanpa siapa pun, dan aku benar-benar merasa asing pada wajahmu
pada wajah perempuan yang bernama ibu

dunia macam apa ini, bapak?
aku hanya rindu berdiam di rahim para ibu.

BumiAllah, 10 oktober 2003

Oktober 09, 2003

ritus bulan

aku tak pernah tahu berapa lama engkau singgah disini
tapi iramamu serupa detak jam dinding yang kuhapal
dentingnya pada pusara matahari dan ritus rembulan

senja yang larut pada laut
melukis samar wajahmu lewat terjal karang
sedang camar pulang ke sarang merajut mimpi
atas rindu ibu

perjalanan ini kekasih
telah kulewati dengan kaki pincang dan luka di dada kiri
menggoreskan tanda merah pada batubatu, pepohonan
dan tanah basah. sedang angin sudah sejak lama
membawa amis darah ke setiap penjuru

di belantara mana kita akan bertemu?
sebab aku mulai letih menghitung rasi, membaca cuaca,
menentukan musim bagi para pecinta yang berziarah
di kuilkuil para dewa.

BumiAllah, 05 oktober 2003

September 27, 2003

narsisitas

entah pertemuan ke berapa saat kau dan aku harus saling bertanya
dengan tatap tajam dan hati kita telah saling terluka
siapa yang menyakiti siapa?
haruskah cinta melahirkan kesakitankesakitan?
sedang rindu terus membara atas namamu dan arimata menjadi
pertanda luka kita semakin memanjang

apa makna cinta bagimu?
teriakmu mengalahkan lengking peluit dari stasiun tak bernama
lantas kutemukan diriku dengan tubuh tercabikcabik tanpa siapapun
seluruh nama telah hilang tibatiba, tak menyisakan apapun
hanya percikan darah yang semakin lama semakin melebar

kekasih, inilah aku dalam kehinaan yang nyata, yang tak lagi
mampu mendekap cintamu utuh. telah kugariskan sisa
perjalanan di atas rel pengkhianatan atas nama sepi
maka padamu, kuserahkan kembali cinta
yang kau titipkan di masalalu

detik ini, aku akan kembali berdiri sebagai seseorang
yang mencintai diri sendiri.

BumiAllah, 27 Agustus 2003

September 24, 2003

mendekatlah!

dirindu yang mana harus kuteriakkan cinta?
sedang baitbait yang kau kirim bersama badai rindu
hanya menjelma lirih di batubatu
aku menangkap isyarat ketakberdayaan dari matamu
saat kelopak mawar menjadi pertanda musim segera
berganti

dihutan yang mana harus kubangun gubuk peristirahatan?
sedang perjalanan masih harus ditempuh dengan atau
tanpa mimpi tentang sebuah negeri
aku menangkap ketakutan dari getar suaramu
saat kalimat demi kalimat terucap menjadi nyanyian sepi
yang paling sunyi

kita telah larut berjalan
tertatihtatih menghitung luka dalam dada
haruskah kita berhenti untuk tidak bersama lagi?
sedang pengembaraan masih menunggu kaki kita
menjejak di atas tanahnya yang gersang. bukankah kau
yang berkata, "kita bisa mencipta matahari, bulan dan
bintang pada rotasi bumi tempat kita berpijak!"

mendekatlah,
dimataku masih ada mimpi kita.

BumiAllah, 29 Agustus 2003

September 13, 2003

kelahiranmu cucuku
: farrel al ghazali

terbukalah dunia di matamu kini, ada banyak warna
yang bermula dari putih dan hitam. belum saatnya.
kelak, ada ribuan pelangi di matamu
menawarkan seribu kebahagiaan juga kesakitan

inilah dunia itu cucuku,
dimana seluruhnya menyatu, membuat perlambang
sendiri bagi hidup kita yang serupa airmata.

bumiallah, 13 september 2003

cat: untuk kelahiran seorang bayi, 22 agustus 2003

Agustus 14, 2003

akhirnya aku harus pulang
:refleksi atas sebuah cinta jarak

akhirnya kau dan aku harus kembali memasuki gerbong
gerbong yang berbeda. kau berlari ke arah timur matahari
sedang aku tertatihtatih ke arah barat, mempertegas
sebuah kepulangan

derit kereta kembali menelan tubuhmu dari stasiun tua
milik kita. kota ini menyimpan sekelumit kisah kecil kau
dan aku yang kelak hanya akan jadi kelakar

senandungku mencoba mengalahkan lengking peluit
yang mengawali kembali jarak. dan perpisahan tetaplah
perpisahan apapun namanya. kau menjadi titik paling kecil
dalam pandangan sebelum hilang ditelan kabut pekat
aku masih terdiam di sini, menunggu sebuah gerbong
menyeretku, lantas kota ini kembali sunyi. tak ada kau,
tak ada aku

dan tibatiba aku menemukanmu benarbenar lenyap tanpa jejak
lalu kutemukan diriku sendiri tanpa siapa pun. menunggu
kepastian membawaku pulang, sedang mataku masih menangkap
sketsa wajahmu meski samar

belum sempat kutanyakan tentang arti rindu
kau telah begitu saja lenyap. melangkahkan kaki ke arah panggilan
milik ibu, dan dalam kepalamu masih ada mimpi tentang
kampunghalaman yang rindang

kita telah benarbenar berjarak, sedang usia terus bergerak
aku kembali sendiri, terasing dalam sunyi yang nyata
dalam hampa yang terasa lekat

aku pemuja sepi yang akhirnya harus pulang
menuju entah!

01:15 am

Agustus 11, 2003

ada banyak rindu untukmu sayang,
ada banyak mimpi tentang hari esok
bersamamu kekasih. ada banyak harapan
untuk bisa selamanya bersamamu!


begitulah cinta!

Agustus 04, 2003

aku bahagia ketika kita benar-benar bertemu... meski sekedar saling bercerita tentang hidup yang kurasakan begitu berat, semakin berat. kau tahu? ada banyak rindu yang meski ku urai padamu. tapi selalu saja waktu membuat kita terburu-buru.. seakan-akan kita saling ketakutan waktu meninggalkan kita, seperti sebuah kereta meninggalkan stasiun dalam kekosongan.

benarkah kita takut kekosongan kekasihku? bukankah kau telah mengisi ruang kosong di jiwaku? begitupun sebaliknya? lantas, kenapa kita berebut saling meninggalkan?

Juli 30, 2003

Bukan kata Maaf

Masih di tempat biasa aku merenung
mengingat semua yg pernah ada diantara kita
cinta, sayang, rindu jadi satu
terbungkus asa yang selalu bergelora

Sejenak kubenamkan kepalaku yg panas
dalam kolam indah penuh dengan air surgawi
berharap dapat mendinginkan beban yg ada
namun yg selalu kudapat hanya sejumput EMOSI

Mungkin kata maaf takkan pernah cukup
untuk menutupi semua dosa dan salahku selama ini
mencintaimu, merindukanmu dan menginginkanmu
selalu menjadi hal yg paling indah yg ku nikmati

tapi....mungkin aku memang takan pernah bisa
membuatmu damai, AMAN, dan menikmati cinta ini
semua kesalahanku ! kesalahanku yang selalu ingin kuperbaiki
masih adakah kesempatan untuk merubah segalanya ?

semakin kusadari semuanya cinta ini memang buatmu
hati ini, diri ini, jiwa ini sepenuhnya hanya untukmu
namun rasa rindu ini kadang membuatku buta
dan membuatmu merasa terluka.....

KATA MAAF memang takkan pernah cukup
andai ada kata yg dapat mengungkapkan semua penyesalanku
selain kata MAAF !
MAAF karena aku terlalu mencintaimu, menyayangimu dan menginginkanmu
MAAF karena aku terlalu bodoh untuk menyadari bahwa kamu memang mencintaiku !!!

MAAF aku buatmu yang disana..terluka dan tersiksa

-dedicated buat seseorang yg pernah aku lukai dan kecewa
aku mencintaimu dengan seluruh jiwa !
mudah-2an kamu dapat merasakan itu !

by: sheldiez

Juli 20, 2003

dalam sebuah ingatan
: abimanyu


di hutan ini aku mengekalkan ketakutan
ketika desir hanya tertangkap ingatan
dan gerimis menyelimuti tenda harapan

entah berapa lembah dilalui, dan tebing
tebing telah memahat jejak kita, aku
masih juga merasa engkau berdiam di
pelupuk mata

inikah ingatan atas airmata?
saat yang terdengar hanya gaung dari
loronglorong tak bernama, memantulkan
ribuan kali peristiwa demi peristiwa

kita pernah singgah di sini, di masalalu
yang kelak jadi abu.

BumiAllah, 18 Juli 2003

Juli 12, 2003

solitude

ketika dering tak tertangkap lagi
dan monitor enggan berkata apa pun
menangislah seribu semut dalam diri
mencipta airmata pada seribu lautan

dimana engkau?
dalam diam samudera mengamuk
gelombangnya menghempas jantung
gemuruhnya memantul di tebingtebing hati
menyisakan jejak di lembahlembah duka

aku linglung mencari ketiadaan dalam kehadiran
mungkin kobar api dari matamu mampu
menuntunku, maka kubakar dupa di rahimmu
lalu kukirimkan sepotong doa

engkau dimana?
masih juga kucari wujudmu
sebab ketuaanku selalu rindu pelukmu yang lapang
hasratku masih memuja namamu sebagai seseorang
yang diamdiam kunanti kehadirannya.

BumiAllah, 07 Juli 2003

Juli 08, 2003

menyeruak bebatuan

di negeri ini yang tertinggal hanya puing peradaban
sisa dari berbagai upacara dan peristiwa. setetes airmata,
sepinggan doa telah lenyap dibakar pejiarah yang kalut
ada yang menyempurnakan kesedihan lewat jalan setapak
yang menanjak

di negeri ini tak hanya gemericik air yang telah lenyap
namun tangis bayi, lenguh kerbau, cericit burung, desah
angin dan gemerisik dedaunan pun ikut terbang bersama
sengketa juga dendam

di negeri ini tak sejengkal tanah pun sebagai rumah
maka kuseret peradaban dalam langkahlangkah berat
dan di punggungku masih juga sarat amanat, tanggung
jawab sebagai anak. sedang rindu kepadamu masih merasuk
dalam batin, menggenapkan kesakitan yang kudus

dalam cintamu yang berbatu, kukayuh lagi langkah
mencari rumah sebagai persinggahan abadi.

BumiAllah, 2003

Juni 18, 2003

reportoar stasiun tua

kini tinggal sunyi yang tertinggal dari sekelumit perbincangan.
desau angin dan rintih pepohonan mengabarkan sebuah kampung
halaman yang terlupakan zaman
bangkubangku menggigil ditinggal bergegas sebuah kepergian.
di sini, orang mencipta jarak. mengubur kenangan pada tiang
tiang dan rel yang ditumbuhi ilalang

perempuan dengan tas merah itu mendekap gelisahnya di batubatu,
memandang jantung kota. menunggu mereka yang tersesat
di keramaian kembali ke asal bayangan

lumut di kepalaku mengabarkan tentang seekor semut yang merindu
iringiringan, jabat tangan dan peluk hangat. betapa secangkir kopi
menjadi artefak dalam aortaku, betapa lampulampu telah mati
sejak lama, betapa rembulan setia menangisi rantingkering di kakiku,
betapa seluruhnya menjadi bisu setelah perjalanan dilarung dalam badai.

BumiAllah, 17 Juni 2003

Juni 14, 2003

rendezvous 10
: kepada namanama yang pernah disinggahi


aku hanyalah pengembara yang tertatitatih melangkah
dalam kabut. menyibak semak belukar dengan harapan bertemu
seorang kawan atau sekoloni burung yang ramai berdendang

aku hanyalah musafir yang singgah di setiap kota
mengukir kenangan pada batubatu di rahimku yang kelak lahir
menjadi puisi atau sepotong doa

aku hanyalah pejalan yang akan terus berjalan sampai waktu
menguburku dalam tetirah yang abadi. sekedar berjalan
tanpa tujuan, tanpa harapan. perjalanan yang hanya bersisa
letih di ujung perjalanan

sedang engkau adalah keabadian yang fana
mencintai tanah sendiri, membangun kampung halaman
menjadi kota megah yang dipuja semua pejalan
maka kau pun membangun rumahrumah peristirahatan bagi orang
orang sepertiku, yang mencintai perjalanan melebihi cintanya
pada rumah dan anakanak

aku hanya seseorang yang melintas di kisahmu
tanpa menyisakan apa pun selain kenangan
sedang engkau telah tergores kuat disini
dalam dadaku yang abu.

Surabaya-yogya, akhir mei 2003
rendezvous 9
: pandu


engkau peri kecil dalam perjalanan pulangku
rindu pada keluarga yang tertinggal semakin merajam dalam ingatan
aku merasa letih, memimpikan peristirahatan yang masih terasa jauh dari pandangan

terima kasih, telah kau izinkan aku singgah di sini
menikmati lari kecil seorang bocah, tegur sapa seorang bunda, belai kasih seorang simbah, seorang adik, dan seluruh sapa orangorang yang tercinta
terima kasih telah meminjamkan seluruhnya untuk kunikmati sendiri
tanpa kata

padamu kutemukan aosis yang menghilangkan seluruh letih dalam gurun perjalananku yang gersang, namun perjalanan harus diselesaikan
maka menjelang malam kukemas kembali seluruh beban, aku akan memikulnya hingga kembali ke dalam sejarah pertama kali dimulai

“bunda aku pergi!” katamu seraya mencium telapak tangannya
dalam bayangan, kutemukan wajah seorang ibu yang cemas menanti kabar kepulangan seorang anak

“bunda, aku akan pulang,” lirih ucapku dalam diam.

sidoarjo, 27 mei 2003
rendezvous 8
: w. haryanto


aku jatuh cinta pada puisimu, tapi untuk benarbenar merasai gemetar rindu yang membuncah, serupa gunung yang menyemburkan api dengan begitu sempurna, tak bisa kulakukan. sebab terlalu lama kuendapkan rindu ini pada tanah basah sebuah jurang di kampung tua impian
terlalu sulit kumaknai ini sebagai sebuah kenyataan yang sungguhsungguh terjadi dalam perjalanan hidup yang kulalui

usiaku mencapai pohon kelapa ketika suaramu tak sekedar hurufhuruf yang hanya mampu kubaca. masa remajaku dipenuhi mimpi tentangmu, hingga jadilah aku sebagai penyendiri yang berdiam di lembahlembah sunyi tak bernama

ribuan labalaba membuat jaring dalam mulutku
maka tak sepatah kata rindu pun meluncur
aku masih sibuk berdiskusi dengan sunyi di lorong batinku, ketika kau sedikit demi sedikit memahat kenanagn pada jantungku

engkau adalah sungai yang tenang dengan kedalaman paling kelam
tak mungkin bagiku menyelami jiwamu
meski aku belajar berenang pada ikanikan, belajar menyelam pada batubatu
biarlah aku di sini, di tepi sungai dengan nafas reranting kering
merekam adegan demi adegan untuk kubawa pulang menuju ketiadaan

esok, saat kau menjadi cakrawala
kau akan melihatku menjadi titik paling kecil yang tak berarti apa pun bagi hidupmu yang serupa cahaya.

DKJT, 27 mei 2003
rendezvous 7
: susilo


malam lalu aku bertemu denganmu
entah dalam ruang ingatan yang mana
raut wajah itu telah menghiasi album foto
di kamar batinku, meski tak pernah ada
yang tahu sejak kapan kau mulai hadir disana

hidup adalah mencari diri sendiri, katamu pelan
seakan meniupi luka di dada kiri. ingatanku hanyut
akan hurufhuruf yang kita larung pada malam
malam pengembaraan sebuah senggama dewa-dewi,
tapi kau dan aku tak terbiasa telanjang dalam gulita
maka terhempaslah segala asa, kau beronani saat
ejakulasi dini menyergap pengapku yang abash

berlarilah belalang!
ada ular di samping kirimu.

Unair, 27 mei 2003
rendezvous 6
: deni tri aryanti


terima kasih untuk pengertian yang hanya bisa kubayar
dengan separuh nyawaku. perjalanan ini digelar atas kesadaran
akan mimpi. sebuah puisi telah menjadi candu dalam hidup ringkihku,
seperti asal mula ruh mengisi jasad, aku pun mencaricari inspiratorku
yang hanya bayangan

hingga kulabuhkan perahu kecilku pada dermaga ini
mewujudkan bayangan dalam konstruksinya yang nyata hingga aku
bertemu denganmu, menjalin kisah kecil yang biasa

engkau telah menjadi perempuan yang kelak mencipta anakanak
dalam rahim puisimu, sedang aku masih saja berjalan sendirian menjadi gembala bagi mimpi yang berkuasa di rimbarimba hati. aku masih memuja kesendirian sebagai seorang sufi yang bercinta dengan sunyi

maka dalam lemari ingatan, masih kusimpan lembarlembar rambutmu
seperti juga telah kusimpan rasa terimakasihku untuk kelak kubayar
pada pertemuan kedua, jika tuhan masih mengizinkan pengembaraan ini kembali kularung.

DKJT, 27 mei 2003

Juni 07, 2003

rendezvous 5
: puput amiranti n


engkaulah laut itu, rambutmu menjadi gelombang tersendiri
hanya mampu dibaca angin. sedang aku, hanyalah orang asing.
sendirian di pantai, memandangmu. melupakan kisah tentang
airmata

senyummu adalah doa yang terlantun dari lirih dindingdinding
kamar yang menyimpan perbincangan, sedang aku memilih
menjadi ranjang bisu yang menghantarkanmu kedalam kampung
bawah sadar yang damai

andai saja ada angin yang berhembus lebih kuat ke arahmu
mungkin akan kumasuki kamar, tempat sakramensakramen
dipajang menjadi upacara pembabtisan akan usia dan jarak
tempatmu menyalib puisi pada kertaskertas kosong, tapi cuaca
hanya membuatku menjadi seorang pendosa yang berdoa
di beranda gereja

masih kupandangi ombak di rambutmu, sampai harus kuucapkan
sebuah kata yang kubenci; selamat tinggal
kelak, aku ingin kembali ke pantaimu
memandangmu dari jarak paling lekat.

Gapus, 27 mei 2003

Juni 04, 2003

rendezvous 4
: dheny jatmiko


aku datang sebagai layanglayang, berbekal hembus angin
tepat menuju kotamu. maka aku akan pergi
ketika hembus angin berbalik arah, mengembalikanku
ke asal bayangan, engkau pun bercerita tentang nama
nama yang telah lama kutahu
tapi aku tak pernah benarbenar mengenalnya

puisimu nyata, tak sekedar hurufhuruf
adalah laut dengan ombak meradang. aku yakin,
kau belumlah mampu memaknai
seutuh sunyi dalam labirin malam. kisah demi kisah
kita larung menjadi penggalanpenggalan sejarah dalam kepalaku

aku menjadi rabun tentang hutan cemara
yang menyimpan masa silamku. ada yang terhempas
saat kusadari aku sendirian di sini. menyusuri jalanjalan asing
dengan seribu mimpi tak usaiusai.

aku merasa asing di sini.

surabaya, 26 mei 2003


rendezvouz 3
: ribut wijoto


ini serupa mimpi, tapi kau telah benarbenar hadir dalam malam yang melelahkan. kotamu telah menjadi hilir yang menerima jasadku dari muara nun jauh di sana. muara tempatku mengalirkan letih tak lagi menerimaku sebagai seseorang yang sakit

ya, akulah si sakit yang membawa luka sepanjang hidup masih bergulir
engkau mungkin paham, sebagai pesakitan, aku tak mungkin membawa kabar gembira. seperti malammalam yang lalu, aku selalu menjadi stasiun yang sepi

di matamu, aku melukis danau. warna biru pada permukaannya kuambil dari laut yang gelombangnya menghempas jantung
di hatimu, kutemukan padang rerumputan yang lapang dan aku berteduh di bawah rindang pepohonan dalam jiwamu

setelah hari ini, aku masih akan merindu perbincangan tepat di jalanjalan kotamu. sebagai pejalan yang memikul luka sendiri, aku iri dengan hariharimu yang mencipta puisi dari langkah kaki sendiri

di kotamu, kutemukan makna puisi seutuhnya.

Surabaya, 26 mei 2003


rendezvous 2
: didik


kotamu adalah dunia baru tak tersentuh kakiku, seperti anak kecil yang hilang dalam keramaian pasar. aku linglung dalam ketidaktahuan
mataku nyalang, mencoba menemukan sosokmu yang entah

kau, dengan senyummu telah menjadi ibu bagi rasa cemasku
aku menghambur dalam peluk hangat sebuah jabat tangan
inilah kota impian, tempat masa lalu pernah singgah mengabarkan sebuah nama yang masih juga samar dalam pandangan

kau tuntun aku menuju tempatnya tetirah
sebagai seorang yang berjalan di kesunyian
yang mencair seperti cahaya, atau mungkin serupa bayangan
kau tuntun aku menuju kepastian. menemukan kembali mimpi yang telah lama terkubur dalam rutinitas hidup berkubang kebosanan

telah kau tuntun aku mencium harum kotamu
yang akan menyimpan jejak, menggoreskan kenangan
suatu saat, ketika yang kudengar hanya puisi.

Stasiun gubeng, 26 mei 2003

Mei 23, 2003

engkau mungkin telah lelah berjalan, begitu pun denganku.
tapi garis nasib telah mengguratkan sebuah petualangan di kedua tanganku dan tanganmu,
maka lahirlah kita sebagai pejalan. sendirian.

engkau mungkin lelah, begitu pun denganku.
lantas kita samasama bermimpi tentang sebuah peristirahatan yang damai
mimpi tentang sebuah percakapan yang dibangun dalam peluk juga cumbu
kita memang tengah bermimpi.

engkau mungkin lelah, begitu pun denganku.
kita telah mengukur jarak antara timur dan barat, utara dan selatan
kita bahkan telah mengukur kedalaman laut dan ketinggian angkasa
kita memang telah letih, jika kita harus jujur pada diri sendiri.

engkau mungkin lelah, begitu pun denganku.
lalu kita membuat janji untuk bertemu, membuat peta yang baru.

Mei 14, 2003

aku benar2 shock. maafkan aku, Tuhan.
tapi kematian itu terjadi di depan mataku.
di atas tanganku...

sent: 13-May-2003
02:40:55

tak ada yang sanggup kulakukan. ada getaran hebat dalam dada.
ada jutaan tanya dalam kepala. ada ribuan srigala mencabikcabik
hati.

apa yang terjadi?
siapa yang telah mengirim airmata?

tak jua habis tanyaku hingga kau datang saat malam bertandang.

April 29, 2003

setelah pertemuan denganmu, dan sebuah cerita panjang tentang masa silam. -masa lalu yang tak mungkin kembali-
aku seperti dihempaskan dari sebuah puncak yang teramat tinggi. sebuah dunia yang indah, namun baru kusadari sekarang keindahannya. kita mungkin menginginkan untuk kembali ke sana, sama seperti kita tidak menginginkannya luka itu tertoreh kembali. maka dengan kesadaran seorang pejalan, kita telah saling bergandengtangan, tapi tidak kembali ke masa lalu sebab sudah kukatakan, kita tak ingin merasakan lagi luka yang teramat dalam. meski luka, bukan lagi hal asing bagi seorang pejalan seperti kita.

kita telah bergandengtangan atas nama persaudaraan.
ini darahku! dan darahmu telah mengucur sejak malam ke dalam nadiku.

April 14, 2003

: abimanyu

awalnya aku mengira aku telah kehilanganmu. engkau begitu langka menyapaku.
tapi kini aku yakin, engkau hanya tengah mengembara, lalu pulang ke pelukan
malam. kepadaku. ya, sepertinya kita memang memiliki persamaan, meski kita
tak tahu itu apa.

beberapa saat aku meyakinkan diri, bahwa engkau masih engkau yang dulu.
yang bisa mengayuh perahu di lautlaut sepi dan malammalam sunyi. pertanyaan
muncul saat engkau hilang dalam jejak inbokku. lantas kusadari, mungkin
engkau telah berhasil menemukan rumah teduhmu.

mungkin kau pun akan berpikir hal yang sama, aku yang lari meninggalkanmu.
jika betul itu pikiranmu, maka kau salah besar. setiap kali kubuka email, aku
selalu menginginkan ada namamu dalam deretan email baruku.
namun harapanku siasia.

tapi kini engkau tengah kembali. memelukku sebagai saudaramu dalam
mengarungi lembah duka, tebing nestapa. kini, kurengkuh engkau kembali
di pelukanku. aku juga rindu kamu!

April 06, 2003

abimanyu,
rindu hanya akan menjadi debu dalam ruangruang
hampa milik kita. lupakan tentang rindu,
mari kita belajar mencintai suasana.

pada senja yang ceria

April 03, 2003

seperti biasa, aku menunggumu di kamar ini

entah berapa ribu langkah waktu telah berlari
namun tiktak itu tak pernah lelah. lantai beku
dan kalender membatu berhasil mengirim
kesepian yang purba untuk terus kurayakan
kehadirannya

sisa sepi dalam gelas serta piring kotor itu telah
mengatakannya, engkau pergi dan akan kembali
esok atau lusa

di sini, kaki rapuhku menjelma akar pohon
jutaan tahun. menancap dalam. sedang tanganku
menjelma rantingranting, menyentuh setiap inci
yang tertinggal

hanya sepi dan sekerat luka yang tertinggal di sini
namun seperti biasa, aku menunggumu di kamar ini.

BumiAllah, 19 maret 2003

Februari 11, 2003

tatap hari esok dengan cinta, kekasih!
maka akan kau temukan milyaran bintang bercahaya pada langit hatimu yang biru, membentuk rasi rindu dalam aurora rembulan yang pucat pasi

ada seribu satu jalan bagi petualang menemukan persinggahan demi persinggahan yang tak pernah kekal. tapi baginya hanya ada satu cinta yang akan menuntun seluruh rindu untuk kembali pulang ke pangkuan bunda yang damai

esok atau pun lusa hanyalah hitungan dua puluh empat jam yang bergerak ke pedalaman sunyi. sedang langkah pertama akan menentukan arah hidup yang sebenarnya. maka peta adalah perbekalan utama bagi si pejalan. dan si perindu akan tetap ingat pulang

tatap hari esok dengan cinta kita, sayang! sebab langkah pertama adalah syahadat cinta yang diikrarkan jiwamu dan jiwaku pada altar suci para pecinta di dunia.

HAPPY VALENTINE!
......karena kasih sayang tak pernah punya hari

Februari 05, 2003

seperti kelambu, rindu adalah seluruh resah yang rapi menutupi rongga batin, menjelma tembaga bagi langit senja.

adalah matahari yang memancar di sudut pagi, setia mengirim sebait sajak untuk menemani sarapan
lalu sepi bobol pada sungai masalalumu, merendam sawah dan ladang pada tanah harapan
menghanyutkan rumahrumah rindu pada kampung halaman

sunyi membanjiri jiwamu pada tengah malam, dimana langit tak lagi menyimpan bintang dan sepotong rembulan

semua kembali kepada ketiadaan!

Januari 26, 2003

aku memimpikan pertemuan

aku bermimpi kita bertemu dalam teduh matahari, meski tak lagi saling berkata sayang. semua telah menjadi masa lalu, kini tinggal abu. katamu dalam gemerincing senja.

aku tahu. dulu, kita telah salah menapak jalan. kau pilih jalur kanan, dan aku memilih lajur kiri. kita telah menjadi anakanak logika yang menuhankan kegilaan sendiri. padahal kita telah mengikat kata, mengukir puisi.

sudahlah...
kini aku memimpikan pertemuan yang kedua kali, dengan sebuah perasaan yang hangat, dan melupakan masa lalu. sambut jabat persahabatan ini, kawan!

Januari 20, 2003

bulan sempurna, sesempurna rasa rinduku padamu. rasa rindu yang terus merangsek dalam batin. menggelorakan namamu ribuan kali.

aku memang terpenjara. terkurung dalam rasa takut yang sangat. dindingdinding yang tak pernah tidur mengurung jasadku, sedang pikiranku tetap bersamamu.

ribuan kali mereka membunuh namamu, jutaan kali itu juga kutumbuhkan kembali namamu.

dibawah purnama, kuseret kaki dengan rantairantai yang dikirim mereka atas pengkhianatan. sedang dalam kepalaku tersimpan senyummu yang paling cemerlang.

kirimkan padaku potongan besi dari tubuhnya, maka akan kubebaskan jasadku dari kerangkeng ini.
kirimkan padaku senyuman dari bibirnya, biar hilang seluruh nyeri dalam dada.

kirimkan padaku cinta!!!

dibawah purnama, 19 januari 2003

Januari 16, 2003

selamat datang di negeri pecinta

sebab mencintai lebih bermakna,
sebab dicintai adalah kebahagiaan

Januari 12, 2003

surat untuk seorang sahabat
: selamat menempuh hidup baru dalam penjara rumah tangga


aku tak mengira, dunia berputar begitu cepat. sangat cepat. tak terasa kita telah samasama menjadi dewasa, padahal baru kemarin kita saling lempar bola, main petak umpet, monopoli, remi. sebab dulu tak ada playstasion, sedang televisi masih TVRI yang setiap minggunya kita hanya menonton si unyil. kita asyik bermain dengan permainan yang kita buat sendiri. sampai kita lupa makan. dan ibu kita akan berteriak keras saat senja ketika kita masih juga belum pulang.

ya, masamasa seperti itu begitu menakjubkan. terkadang aku ingin kembali ke masa itu, konyol memang. tapi aku selalu rindu masamasa demikian. hidup bebas, tanpa beban.

sebentar lagi kau harus pergi dari dunia anakanakmu. kau akan menjadi perempuan dewasa sepenuhnya. menjadi seorang istri dari lakilaki yang kau cintai. dan menjadi seorang ibu pada akhirnya, kelak akan menjadi nenek bagi anakanakmu. dunia yang akan kau masuki adalah dunia orangorang dewasa. dunia yang teramat keras, tapi disanalah kau mungkin akan menemukan kebahagiaan yang seutuhnya.

sebentar lagi, satu kebebasanmu akan hilang. dulu kita sering pulang malam, pergi nonton ke bioskop sampai layar tancap, atau sekedar makan bakso di pinggir jalan. ya, kau mungkin tak lagi bisa seperti dulu. pergi kemanapun ditemani oleh suamimu. sungguh, sebuah dunia yang menyebalkan kalau kupikir. tapi kau sudah memilih jalanmu sendiri. aku bahagia atas pilihanmu, sebahagia dirimu dan keluargamu.

kau tahu? seorang ibu bertanya padaku kemarin, "kapan kau akan menyusul, Nak?" dan aku hanya tersenyum sambil kujawab "kapankapan." geli rasanya ditanya seperti itu.

kuucapkan selamat untukmu, sayang!
semoga ini adalah benarbenar keputusanmu atas jalan hidup yang akan kau tempuh. aku tahu, dibalik kebahagiaanmu ini, ada setitik kesedihan menempel. kulihat matamu berkata jujur. jangan sedih, sayang! penjara yang akan kau masuki tak seburuk penjara untuk para penjahat itu.

peluk cium dari sahabat kecilmu

Januari 07, 2003

hakikat

ketika senja turun membawa tirai kegelapan, sayapnya menutupi matahari, kakikakinya kokoh menancap di kegelapan malam. burung pun sudah enggan melantunkan elegi pagi. saat ini, kutulis sebuah coretan untukmu seorang.

ketika pertemuan tak membawa harapan, hanya menyisakan segumpal kepenasaran dan kekecewaan, semua tak diharap. karena bila hati telah bertaut tak ada lipatanlipatan kegundahan dan keraguan. tak akan terjadi hembusan angin kesedihan menumbangkan akar kepercayaan.

tak ada emas yang bergemerlap bila tidak menggali tanah. tak ada berlian yang berkilauan bila tidak menyelam di dasar samudera. tak hanya asa yang bermain atau impian yang hanya tumpukan kenangan jadi pegangan. semua harus berproses dengan segala harapan dan rintangan, dengan segala usaha dan pengertian, agar segalanya didapat.

semoga engkau mengerti, bahwasannya bila telah dilihat putihnya kapas, hitamnya jelaga, pasti akan mengatakan itulah hal yang sebenarnya. bila engkau telah merasakan panasnya api, dinginnya salju, bisa mengatakan itulah hakikatnya. tak bisa diharap bila hanya pandangan mata sekejap, lintasan pikiran yang berlari akan mengungkap kebesaran, ketelitian dan kesabaran. ketenangan dan harapan akan membuka tabir kegelapan. diharap hantu penyesalan tak menghinggapi. tak ada tetesan airmata yang mengalir mengiringi kegalauan hati, bila semuanya telah terjadi.

aku harap kita bisa memahami tentang kita. bila lidah masih mendendangkan aku adalah aku, hanya kepalsuan yang ada. bila lisan telah berkata aku adalah kamu, maka gerbang penantian telah dilewati, istana bahagia dapat dimasuki.

08 Jan 2003

Januari 06, 2003

masih saja terus rasa itu mengalir dalam setiap sendi
memecahkan kaca bening mata, terbatabata kueja nama
binatang yang melintas diantara suara paraumu yang
menyuruhku berhatihati akan bahaya radiasi layar dan
harga kenaikan bbm, listrik sampe dengan ikan asin dan
sayur asam.

lebih baik kupalingkan mata ini
ke arahmu, biar hilang seluruh rasa
duka, dan tak ada lagi aliran bening
yang hangat pada pematang pipi.

ya, hanya padamu kupalingkan seluruh
tatap. hanya padamu.

Januari 01, 2003

tak ada, selain sunyi

sms beterbangan di udara, di hari pertama tahun 2003. ucapanucapan selamat membahana. dan terompetterompet memekakan telinga. semua karena hanya pergantian angka di belakang 200, hanya satu angka. tak lebih!

dan disini, seluruh kenangan berhamburan. memaksa keluar dari kepalaku. membuncah kembali. aku banjir kisah masalalu. ada lukisan sepeda gunungmu di dinding kamarku. ada gerai rambut panjangmu di tempat tidurku. ada seulas senyum beku di lemari kacaku. ada engkau, ada dia, ada mereka.

tak ada makna apapun malam ini, selain sunyi!

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...