:Ridwan Hasyimi
Malam ini aku terjaga. Mengingat hari-hari yang panjang dan melelahkan, mengingat bencana yang datang tanpa terduga, dan tiba-tiba aku mengingatmu. Entah kenapa, beberapa malam ini, aku selalu mengingatmu. Seringkali aku terbangun, dan dalam mimpiku kau berpaling. Saat itulah, aku tiba-tiba merasa kehilangan.
Malam
ini, aku ingin membuka sebuah rahasia. Rahasia yang kusimpan bertahun-tahun dan
tak seorang pun mengetahuinya. Aku telah lama menyayangimu, mungkin jauh sebelum
kau menyadari bahwa aku ada. Dalam kelebihan, aku selalu memanggilmu, berharap
kau datang, membuka pintu, lalu kita bercerita tentang apa saja.
Aku
bahagia saat diam-diam kau lahap memakan apa yang kumasak. Aku tenggelam saat kau bercerita tentang
hari-hari yang seringkali pelik di tanganmu. Entahlah, sejak dulu, aku selalu
berharap bisa menjadi ibu bagi rasa cemasmu. Dalam kesempitanku, seringkali aku
memintamu datang, meminta bantuanmu, meminta hal-hal yang sesungguhnya tak
layak kuminta darimu.
Aku
seringkali merasa, bahwa tanpamu, aku tidaklah menjadi apa-apa di kota asing
ini. Tanpamu, aku selalu merasa betapa kesunyian ini tak punya alamat lagi.
Seringkali, saat aku mendengar kisahmu, aku merasa bahwa kesunyianmu adalah
kesunyianku juga. Aku merasa bahwa kita datang ke kota yang salah. Kota yang
selalu menolak siapa saja yang mencoba untuk mencintainya seperti cinta seorang
kekasih kepada kekasihnya.
Padamulah
aku menyimpan banyak harapan. Kepadamu aku berharap kota ini kelak menjadi kota
yang tak lagi asing. Aku seringkali memintamu untuk pergi, menjelajahi
kota-kota lain, agar kau bisa memberi kado istimewa untuk kota ini. Namun kau
adalah orang yang teguh pendirian. Kau ingin mencintai kota ini dengan caramu
sendiri. Tanpa tendensi. Tanpa pretensi.
Kini,
aku melihat semua usahamu mulai bertunas. Cintamu kepada kota ini tumbuh
semakin tinggi. Saat itulah, aku merasa, bahwa cintaku kepadamu semakin besar.
Cinta ini akan senantiasa ada. Untukmu. Meski kelak kau merasa tak lagi
membutuhkannya.