Juli 16, 2007

Bandung, wajahmu kini...



Ya, ini wajah cikapundung sekarang.
Ada dua gedung angkuh yang tiba-tiba meranggas, di ujung jalan sana. Tentu semua orang Bandung sudah tak asing lagi dengan gedung itu. Betul, tak salah lagi, itu dia Braga City Walk. Sebuah bangunan yang berkonsep hunian mewah dengan mall dan beragam hal di dalamnya yang sampai saat ini saya sendiri belum tahu sepenuhnya, karena menginjakkan kaki ke sana pun baru sekali saja, saat hunian itu masih belum benar-benar selesai.
Ini bukan hanya gedung angkuh satu-satunya yang hadir di Bandung. Masih ada banyak gedung-gedung angkuh lainnya yang tiba-tiba hadir, lantas begitu saja menghiasi kota ini. Sejak saat itu, saya tak lagi mengenali kota Bandung.

Bukannya bagus?
Bagus? Tentu saja bagus. Siapa yang tidak mau melihat Bandung menjadi kota yang maju. Tapi baik? Belum tentu. Nyatanya, setelah Braga City Walk hadir, tiba-tiba saja pada musim penghujan kemarin, daerah Braga kebanjiran. Wow! Sesuatu yang ajaib. Jalan Braga yang dibangun sedemikian rupa pada masa kolonial Belanda tiba-tiba saja mengalami sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Ironis bukan?
Tidak hanya itu, jalanan di kota ini pun seringkali macet, apalagi menjelang hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Hadirnya mall-mall baru semakin menambah keruwetan jalanan. Belum lagi persoalan sampah. Ini hal yang sebetulnya paling mengerikan. Pemerintah daerah hanya mencari solusi jangka pendek, tanpa berpikir solusi jangka panjang. Saya tak tahu sepuluh tahun lagi, Bandung akan menjelma apa.



Bukan hanya itu. Semakin banyak pengemis, anak jalanan, dan pengamen, yang menghiasi kota Bandung, entah itu di lampu merah, trotoar jalan, atau bahkan di depan Gedung Merdeka. Semuanya menjadi bukti bahwa di kota ini semakin lebar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Saya tidak membenci pengamen, pengemis, dan anak jalanan, tapi mereka sepertinya selalu ada sebagai cermin bagaimana pemerintah masih belum juga selesai mengurus warga negaranya. Agh.. jangankan selesai, bukankah mereka masih sibuk mengurus diri mereka sendiri?

Dan sepertinya memang tak ada yang mau bercermin.
Bandung, benarkah siap menjadi sebuah kota wisata dan budaya? Huh!

Juli 09, 2007

dasa muka dan malam yang panjang

akhir-akhir ini saya kembali menjalani rutinitas yang terbalik. malam-malam beraktivitas, tak bisa tidur. bukan karena tidak ngantuk. tapi selalu saja ada yang harus dikerjakan. kegiatan di luar rumah dan menghabiskan waktu sampai esok siangnya. baru bisa tidur ketika jam sudah menunjukan pukul dua siang hari. bangun kembali ketika adzan magrib menyalak di setiap pengeras suara masjid. mandi. lalu bersiap melakukan aktivitas lagi. sudah hampir seminggu jam hidup begini terus.

malam tadi sebetulnya tak ada yang harus saya kerjakan. semua agenda selesai. tapi nyatanya, saya tak bisa tidur, mungkin ini karena kebiasaan seminggu kemarin. dan sampai tulisan ini ditulis, saya masih belum bisa memejamkan mata.

katamu puisiku seperti dasa muka, satu sudah terlihat, dan sembilan lagi masih sembunyi. haha... pesan pendekmu telah menemani malam panjangku kali ini. meski pada akhirnya pesanku tak lagi berbalas karena kamu yang mungkin sudah terlelap.

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...