Juni 29, 2021

Harta Karun dalam Permainan


Tak jauh dari tempat saya tinggal, tepatnya di Lembur Cibunar, Sukajadi, setiap hari Minggu pagi, selalu bisa dijumpai anak-anak yang sedang bermain. Mereka memainkan permainan-permainan anak-anak yang kini sudah jarang sekali dimainkan. Kang Deni Weje menamai lembur itu sebagai Lembur Kaulinan Cibunar.

Jika saya sedang memiliki waktu luang, di hari Minggu pagi, saya akan mengajak anak-anak ke Lembur Cibunar. Anak-anak saya akan bergabung bersama anak-anak di sana untuk bermain bersama. Mereka terlihat bahagia.

Permainan anak-anak itu biasa disebut sebagai Kaulinan Barudak. Permainan anak-anak tradisional di masa lalu yang sengaja dihidupkan kembali di masa kini, di saat permainan anak-anak telah beralih ke layar gawai.


Anak-anak di Lembur Kaulinan Cibunar akan bermain dengan riang. Tawa mereka terdengar dari kejauhan. Anak-anak itu ditemani beberapa Akang-akang dan Teteh-teteh yang sengaja datang di antara kesibukan kuliah atau pekerjaannya. Merekalah para pegiat kaulinan barudak yang dengan sukacita mengajak anak-anak yang tinggal di lingkungan sekitar atau yang sengaja datang ke sana untuk bermain bersama.

Lagu anak-anak akan terdengar kembali. Dinyanyikan dengan riang gembira, dengan sukacita dan tawa. Para pegiat biasanya mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan anak-anak dengan gitar atau ukulele.

Para pegiat kaulinan barudak itu ada yang sudah bekerja, ada juga yang masih kuliah, ada juga yang baru mau masuk kuliah. Salah satunya bernama Muhammad Rizky Ramdani. Tahun ini dia baru mau mendaftar untuk kuliah. Katanya mau daftar kuliah ke Institut Agama Islam Darussalam, Ciamis.

Rizky, begitu biasa saya menyebutnya. Saya tak mengira, di tengah-tengah keasyikannya menjadi pegiat kaulinan, diam-diam dia menuliskan semua pengalamannya bersama anak-anak itu ke dalam sebuah novel. Novel itu diberi judul, Harta Karun dalam Permainan.

Tokoh-tokoh dalam novel ini adalah anak-anak yang tak sengaja memasuki petualangan seru dalam permainan-permainan anak di masa lalu. Maka kita akan diajak untuk bermain kucing-kucingan, ular tangga, kwartet, petak umpet, main kelereng, dan banyak lagi permainan lainnya.

Februari 16, 2021

Membaca Novel Babad Kopi Parahyangan


Membaca buku Babad Kopi Parahyangan karya Evi Sri Rezeki membuat saya terlempar jauh ke masa lalu. Menyusuri Parahyangan yang diliputi kegelapan karena pribumi tercekik sistem tanam paksa demi mutiara hitam.

Maka menyesap kopi hari ini adalah juga mengingat bagaimana banyak orang mati demi biji-biji hitam dan rakusnya kaum kompeni. Menindas bukan kata yang pas saya kira. Menghisap darah pribumi rasanya lebih tepat.

Beruntung saya hidup di masa kini. Bisa membaca buku, menikmati kopi, sambil sesekali makan roti. Di masa lalu, mereka menanam tanpa pernah menuai hasil.

Evi, saya kira mampu bertutur dengan bahasa yang jernih. Ada sosok Euis yang membuat saya merasa bahwa perempuan bisa menjadi sosok yang lembut sekaligus kuat. Euis adalah lambang sebuah perlawanan kaum perempuan terhadap ketidakadilan.

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...