Desember 25, 2007

Natal di Ultimus

tak ada pohon cemara dengan lampu ruparupa warna
jalanan kosong seperti jiwaku yang melompong
sinterklas mungkin tak akan singgah di atap rumah
mungkin tak akan pernah ada kadokado dengan pita warna merah
di sini, malam natal hanya serupa tiupan, menyapa lembut
tapi toh lonceng gereja terdengar juga
seseorang, dalam bayangan itu, menyeretku memasuki misa

roh kudus, menapaklah di bumi!
agar kedamaian menjelma serupa hujan
biarkan aku basah di dalamnya.

lengkong besar, 25 desember 2007

Desember 13, 2007



lelaki,
aku mencarimu dengan mata nanar
sesekali, kalimatkalimatmu berloncatan
memenuhi ingatan: tempat segala luka bermuara

mungkin aku merindukan tempo dulu itu
saat ingatan berpusar di laut hatimu
gelombang pasang dalam dadaku
tak mampu menerjemahkan setiap getar

aku dermaga
menunggu kapalmu berlabuh lagi!

Desember 03, 2007

perempuan macam apakah saya?



pagi tadi, seperti biasa, saya berangkat ke kampus dengan memakai sandal jepit hitam, celana jeans hitam, dan jaket hijau tahi kuda yang hanya saya lepas kalau jaket itu sedang dicuci saja. hampir dua tahun lebih saya memakai sandal jepit ke kampus. dan selama dua tahun itu tidak pernah terjadi hal-hal yang berat dan merepotkan mengenai sandal jepit saya itu.

tapi pagi ini menjadi lain. dosen psikologi saya yang sangat rapi dan mencoba menjadi elegan itu telah memperlihatkan ketidaksukaannya yang berlebihan terhadap saya yang memakai sandal jepit saat masuk ke ruang perkuliahan. padahal bukan hanya saya yang memakai sandal, ada beberapa kawan lain yang memakai sandal juga. hanya karena sandal saya hanyalah sandal jepit, maka sandal pun mempunyai kastanya sendiri. saya biarkan dosen itu mengomel terus tentang sandal jepit saya. saya mencoba tak peduli.

bahkan saya pura-pura tak mendengar saat dia mengatakan:
"kok perempuan macam begitu,"

memangnya saya perempuan macam apa, Bu Dosen?

November 24, 2007

I'M NOT THE ONLY ONE*

di pelataran depan tugu cipta, kita berdua saja, dua nasi dan pecel lele, segelas es teh, dan segelas teh hangat. kamu tak ingin teh yang dingin, sedang aku memilih es untuk sesuatu bernama jakarta. dua malam berturut-turut kamu menjumpaiku. sengaja meluangkan waktu sepulang kerja. kita melihat pertunjukan Dance theatre dari Constanza Macras | Dorky Park asal Berlin di graha bakti budaya. sengaja aku memisahkan diri dari rombongan, berdua denganmu di balkon. memilih duduk di kursi paling belakang. menikmati pertunjukan dengan sesekali tertawa. entah menertawakan apa.

"nasi dan pecel ini terasa lebih nikmat," katamu di sela-sela kita makan, "mungkin karena berdua jadi terasa lebih nikmat," ucapmu lagi.

dan sekarang, aku sudah kembali ke kotaku. mengingatmu sambil tersenyum sendiri. memaknai perjalanan yang serba tiba-tiba ini. dan aku baru teringat, aku harus cepat pulang saat kakiku berdenyut dan kembali terasa sakit akibat keseleo itu.

tca, suatu hari nanti, kita harus mendengarkan "hatiku selembar daun", di bawah pohon yang rindang.

*) Sebuah judul yang dimainkan oleh Constanza Macras | Dorkypark di Graha Bakti Budaya TIM, tanggal 22-23 November 2007.

November 15, 2007

pidato bunga-bunga

sudah dua malam berturut-turut saya menyaksikan pertunjukan tari di studio teater stsi bandung, meski sebetulnya belum layak dikatakan sebuah studio karena memang kondisinya yang masih setengah jadi. pertunjukan itu sebetulnya terdiri dari 3 reportoar antara lain, "pidato bunga-bunga", "flight no.12", dan "beras merah". koreografer dari ketiga reportoar ini adalah fitri setyaningsih. pada reportoar yang kedua fitri malah memainkannya sendiri. pertunjukan ini dilaksanakan di 3 kota. dan bandung adalah kota terakhir.

ada hal yang menarik dari 3 reportoar tersebut, yakni perjalanan menemukan tubuh tari, bukan tubuh penari. tubuh yang menurunkan tema-tema personalnya sendiri, begitu katanya. saya bisa menangkap dengan terang bagaimana tubuh-tubuh yang memang bukan penari itu mencoba mencari tubuh tarinya. tapi yang membuat imajinasi saya meloncat-loncat adalah ketika saya menemukan kalimat ini pada leaflet pertunjukan:

Anjing tetangga baru saja berkelahi. Salah satu di antaranya mati. Anjing yang mati lalu dikubur. 2 minggu kemudian, anjing yang membunuh anjing yang lain itu menggali kubur anjing yang sudah mati. Mayatnya sudah tinggal tulang dengan sisa-sisa sedikit daging. Lalu tulangnya dimakan oleh anjing itu. Tubuh anjing yang mati itu sekarang terkubur dalam perut anjing yang membunuhnya. Pagi itu gila sekali rasanya. Kami latihan bersama horor.***

teks tersebut katanya ditulis oleh Afrizal Malna. dan dia, telah berhasil membuat saya mencari-cari tentang apa yang dimaksud horor dalam tulisannya itu pada 3 reportoar yang mereka bawakan. pikiran-pikiran saya seakan-akan ditarik ulur oleh sebuah kekuatan yang saya sendiri tak mampu melihatnya.

di malam kedua, yaitu malam ini, saya akhirnya mengerti, kenapa teks itu dibuat.

(penari: yoyo jewe, yuni wahyuning, media anugrah ayu, ika dewi wulandari, fitri setyaningsih, mimi silmiati. koreografer: fitri setyaningsih. musik: leon delorenzo. kostum: fukamachi rei, caroline rika. lighting: aziz dying. artistik: afrizal malna, hanafi).

November 13, 2007

Kepada Abet Handoko

kini bersiaplah kita memulai hari
percayakan hidup pada tangan dan kaki sendiri
lupakan kemarin, sebab yang ada hanya hari ini
aku juga kamu akan selalu sendiri sendiri
di sini, pada putaran hidup yang ini

bet, siapkan ranselmu!
petualangan baru akan dimulai!

November 01, 2007

saya tahu dia telah pergi diam-diam

saya tahu dia telah pergi diam-diam, mungkin dengan mengendap-endap saat malam mulai menjelang, atau mungkin ketika subuh baru saja hinggap. dia meninggalkan saya, seperti juga mereka yang pergi begitu saja, tanpa pesan. kepergiannya yang mendadak seperti juga kedatangannya yang serba tiba-tiba.

dulu, saat saya dan dia berbicara banyak hal, saya tahu, saat seperti ini akan tiba juga. saat dimana satu harus meninggalkan yang lain. dan sekali lagi, saya merasa ditinggalkan. kami berjabat sebagai kawan. dia berada jauh di belahan dunia yang saya tak pernah mengenalnya, dan dia, tentu saja paham betul tempat di mana saya tinggal. sungguh sebuah hubungan yang timpang sesungguhnya, sebab dia bisa kapan saja datang ke kota saya, sedangkan saya, mustahil bisa datang ke kotanya. tapi itu tidak menjadi penting sekarang. karena kepergiannya telah berarti bahwa dia tidak ingin mengenal saya lagi.

saya kehilangan kabar tentangnya. email saya tak berbalas. dan saya mengerti bahwa dia sudah tidak mungkin lagi saya hubungi. dia sudah punya dunianya sendiri, dan saya tak bisa lagi menembusnya. saya hanya bisa berharap, suatu saat saya bisa kembali bertemu dengannya pada sebuah persimpangan yang lain, dan dia masih mengenali saya sebagai kawan. kalaupun tidak, saya cukup bahagia dengan menatapnya dari jauh. dari jarak yang tak tersentuh.

Kenaka, ini tulisan masih tentangmu.

Oktober 22, 2007

Di Tubuhmu Aku Muarakan Segala Rindu

1
bertahuntahun aku mencari alamat bagi segenap luka dalam dada
hingga riuh musim mencampakkan aku pada sunyimu
kukenali kamar pengap itu sebagai hutan
tempat segala kisah mencari muasalnya
meski tak akan pernah ada mula
atau akhir yang genap

di kamar itu juga, lilin telah dinyalakan sejak senja datang
dan kita seperti bersiap memasuki hidup yang lebih asing
dari sekadar ziarah pada kubur leluhur

2
bukubuku berserakan seperti jiwa kita yang tercecer
dari peristiwa satu ke peristiwa lain pada banyak persimpangan
pada kurun waktu yang tak pernah terduga
saat itulah aku merasa menemukan pintu
tempat segala pulang diberangkatkan

tak ada peta, hanya lebar punggungmu yang setia
membawaku pada ruang kedap luka

3
di tubuhmu aku muarakan segala rindu
biar rasa tak sesat di sembarang tempat.

Bandung, 22 Oktober 2007

Oktober 20, 2007

Oktober 16, 2007

aku harus pergi, katamu
dan aku hanya bisa melihatmu berlalu
hilang ditelan pekat malam

saat kamu kembali
mungkin aku sudah tak ada lagi

jangan tanya kemana aku pergi
karena kamu sudah tahu jawabannya.


penghujung senja yang gamang, 2007

Oktober 13, 2007

lebaran ini aku ingin pulang ke dalam diri sendiri

lebaran ini aku hanya ingin pulang ke dalam diri sendiri
menengok ruangruang gelap dalam dada yang telah lama suwung
merapikan semua yang berantakan dan pecah berkepingkeping
di dalamnya

lebaran ini aku hanya ingin berkumpul dengan segenap penghuni jiwa
sekadar saling memaafkan segala khilaf juga salah yang sengaja
ataupun tidak. agar kelak, tak ada lagi prasangka atau curiga
karena satu lebih paham dari yang lain

sungguh, lebaran ini aku hanya ingin pulang ke dalam diri sendiri
membuang seluruh luka yang bersarang hampir di semua sudut
sudut batin. agar tak membusuk dimakan usia

ijinkan aku tak pulang lebaran ini
sebab di jantungku, ada pintu yang menunggu lama untuk diketuk

2006

tulisan ini
dibuat setahun yang lalu, dan tahun ini, aku masih saja keras kepala; hanya ingin pulang ke dalam diri sendiri. maaf.

September 13, 2007

Agustus 11, 2007

percakapan kita sudah lama lewat
tapi aku masih mencium bau tubuhmu yang laut
mungkin memang harus seperti ini
membohongi diri sendiri
dan merasa cukup bahagia
saat kamu menjelma kata

Agustus 03, 2007

dia, kawan saya itu...

Kenaka, begitulah dia mengenalkan dirinya. Sebuah nama yang cukup asing di telinga saya. Kami berkenalan dalam sebuah kebetulan. Dia menyapa saya lebih dulu, lantas saya, tiba-tiba saja cepat larut dalam sebuah percakapan. Percakapan sederhana sesungguhnya. Tapi saya demikian cepat masuk pada percakapan itu. Sampai akhirnya kami menyadari malam sudah berangkat dari tadi, dan pagi sudah kembali menyapa kami. Dia pamitan dengan begitu cepat. Menghilang dari pandangan saya. Lenyap tak berbekas. Lantas saya baru tersadar, saya tak cukup tahu tentangnya. Saya hanya tahu dia bernama, Kenaka.

Sejak pertemuan pertama itu, kebetulan demi kebetulan mendatangi saya, berkali-kali. Sampai saya merasa bahwa ini sepertinya bukan hanya sekadar kebetulan. Tapi pada akhirnya saya tepis semua. Saya makin akrab dengan nama yang semula asing itu. Saya makin akrab dengan hari-harinya yang menurut saya menakjubkan: menyelam, mendatangi pulau-pulau tak bertuan, tidur di kasur angin, mengambil kiriman dengan harus melewati lautan.

Semua dalam dirinya membuat saya terkadang bengong karena takjub. Dan semakin hari, saya semakin menyadari, bahwa malam saya belum lengkap tanpa kehadirannya. Maka sejak saat itu, saya berharap dia menjadi kawan saya. Sehingga pada sebuah malam, saya katakan, bolehkah saya berjalan di sampingmu? Sebagai kawan. Ya, kawan. Saya letih berjalan seorang diri.

Dia mungkin ingin menolak. Tapi sepertinya tak sanggup. Akhirnya malam berikutnya dia mengatakan, Anggap aku kawanmu mulai sekarang. Mungkin saja dia enggan mengatakan itu. Tapi sepertinya tak sanggup. Saya, malah tak peduli, apakah dia, kawan saya itu enggan atau tidak menerima saya sebagai kawan. Saya lebih menyukai dia berbicara banyak hal kepada saya. Bicara tentang dunia yang menakjubkan itu. Lagi. Lagi. dan Lagi.

Malam ini, seperti malam kemarin-kemarin juga. Saya berbicara dengannya. Percakapan sederhana yang biasa. Malah terlampau biasa. Tapi saya merasa, malam saya sudah lengkap karena dia, kawan saya itu, Kenaka , sudah mau berbagi banyak hal.

aku ingin menulis banyak hal tentangmu. tapi terlalu banyak hal berjejalan dalam kepala. jadi ini hanya awalan. kelak, ingin kutulis lagi, tentangmu, tentu.

Juli 16, 2007

Bandung, wajahmu kini...



Ya, ini wajah cikapundung sekarang.
Ada dua gedung angkuh yang tiba-tiba meranggas, di ujung jalan sana. Tentu semua orang Bandung sudah tak asing lagi dengan gedung itu. Betul, tak salah lagi, itu dia Braga City Walk. Sebuah bangunan yang berkonsep hunian mewah dengan mall dan beragam hal di dalamnya yang sampai saat ini saya sendiri belum tahu sepenuhnya, karena menginjakkan kaki ke sana pun baru sekali saja, saat hunian itu masih belum benar-benar selesai.
Ini bukan hanya gedung angkuh satu-satunya yang hadir di Bandung. Masih ada banyak gedung-gedung angkuh lainnya yang tiba-tiba hadir, lantas begitu saja menghiasi kota ini. Sejak saat itu, saya tak lagi mengenali kota Bandung.

Bukannya bagus?
Bagus? Tentu saja bagus. Siapa yang tidak mau melihat Bandung menjadi kota yang maju. Tapi baik? Belum tentu. Nyatanya, setelah Braga City Walk hadir, tiba-tiba saja pada musim penghujan kemarin, daerah Braga kebanjiran. Wow! Sesuatu yang ajaib. Jalan Braga yang dibangun sedemikian rupa pada masa kolonial Belanda tiba-tiba saja mengalami sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Ironis bukan?
Tidak hanya itu, jalanan di kota ini pun seringkali macet, apalagi menjelang hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Hadirnya mall-mall baru semakin menambah keruwetan jalanan. Belum lagi persoalan sampah. Ini hal yang sebetulnya paling mengerikan. Pemerintah daerah hanya mencari solusi jangka pendek, tanpa berpikir solusi jangka panjang. Saya tak tahu sepuluh tahun lagi, Bandung akan menjelma apa.



Bukan hanya itu. Semakin banyak pengemis, anak jalanan, dan pengamen, yang menghiasi kota Bandung, entah itu di lampu merah, trotoar jalan, atau bahkan di depan Gedung Merdeka. Semuanya menjadi bukti bahwa di kota ini semakin lebar jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Saya tidak membenci pengamen, pengemis, dan anak jalanan, tapi mereka sepertinya selalu ada sebagai cermin bagaimana pemerintah masih belum juga selesai mengurus warga negaranya. Agh.. jangankan selesai, bukankah mereka masih sibuk mengurus diri mereka sendiri?

Dan sepertinya memang tak ada yang mau bercermin.
Bandung, benarkah siap menjadi sebuah kota wisata dan budaya? Huh!

Juli 09, 2007

dasa muka dan malam yang panjang

akhir-akhir ini saya kembali menjalani rutinitas yang terbalik. malam-malam beraktivitas, tak bisa tidur. bukan karena tidak ngantuk. tapi selalu saja ada yang harus dikerjakan. kegiatan di luar rumah dan menghabiskan waktu sampai esok siangnya. baru bisa tidur ketika jam sudah menunjukan pukul dua siang hari. bangun kembali ketika adzan magrib menyalak di setiap pengeras suara masjid. mandi. lalu bersiap melakukan aktivitas lagi. sudah hampir seminggu jam hidup begini terus.

malam tadi sebetulnya tak ada yang harus saya kerjakan. semua agenda selesai. tapi nyatanya, saya tak bisa tidur, mungkin ini karena kebiasaan seminggu kemarin. dan sampai tulisan ini ditulis, saya masih belum bisa memejamkan mata.

katamu puisiku seperti dasa muka, satu sudah terlihat, dan sembilan lagi masih sembunyi. haha... pesan pendekmu telah menemani malam panjangku kali ini. meski pada akhirnya pesanku tak lagi berbalas karena kamu yang mungkin sudah terlelap.

Juni 29, 2007

29 Juni 2007

ini hari terlampau biasa
tak ada upacara, tak ada doa
hanya serangkaian kalimat selamat
dikirim lewat pesan singkat

aku tertawa
tapi bukan karena bahagia
sudah lama si bahagia tak mau berkunjung
mungkin malas atau malah pundung

ini tawa hanya tawa biasa
sekadar mengamini hidup yang juga biasa
ini tanggal hanya mengulang
di tahun berbeda pada kalender yang makin tua

Haha...!

lantas kenapa masih juga kutulis hari biasa ini?
entahlah. mungkin hanya sekadar
mengabadikan rasa sakit. mungkin.

Juni 11, 2007

malam ini aku mengantar seorang kawan ke stasiun
dia akan berangkat ke arah timur
tempat segala kisah dulu sempat singgah
mengantarnya adalah mengembalikan seluruh ingatan
beragam luka, beragam tanda, beragam nyeri
tak usai sampai sekarang

Juni 02, 2007

sebuah puzzle

hemmm... setelah sebelumnya disibukan dengan tugas-tugas gak penting, yang membuat saya tidak bisa tidur dua hari dua malam, akhirnya saya menemukan kata LIBUR. malam jumat nginap di ultimus. jumat pagi jalan-jalan bareng etca di seputaran kota kembang, mesjid raya bandung, cikapundung, sampai akhirnya balik ke rumah dan menikmati es krim di gelato bar, paris van java. makan malam dengan bakso. dan terlelap saat menerima telepon. gila!

hari ini saya dan etca kembali jalan-jalan. mengunjungi seorang kawan di taman sari, menitipkan paket buku untuk mahwi di jogja. ke kampus unisba untuk bertemu dengan kawan lain. lantas ke metro, menemani etca menemui kembali masa lalunya. hahaha...

sekarang saya dan dia terdampar di sebuah warnet. menunggu jam sembilan malam, karena rencananya mau nonton pirates of the caribbean. lantas dalam layar monitor inilah saya bertemu kawan-kawan lama. saya menerima banyak kabar. ada aiko yang sempat dirawat di rumah sakit karena demam berdarah, dan saya tak tahu kalau dia sempat pulang ke indonesia. sekarang tentu saja saya terlambat, karena mereka sekeluarga sudah kembali ke jepang. ada bunga rumput liar, yang sedang hamil empat bulan. duh, sungguh ini membuat saya turut berbahagia. empat bulan, ya? hmm... semoga baik-baik saja ya, Bur! malam ini tiba-tiba segalanya berkumpul. kebahagiaan juga duka.

lantas apa lagi yang akan hidup berikan pada saya? saya tak pernah tahu dan tak akan pernah mengetahuinya sampai hidup itu yang akan mengatakannya sendiri.

Mei 19, 2007

aku bersyukur, semua orang sepertinya mulai bahagia sekarang
ada banyak pernikahan yang tak pernah bisa kudatangi
ada banyak perayaan kelulusan juga perayaan ulang tahun
semua kegembiraan itu tiba-tiba saja membuatku
merasa semakin sepi

aneh memang. di saat segala kebahagiaan berdatangan
di saat semua tertawa gembira, aku masih saja berdiri di sini
memandang semua orang dengan dada yang hampir pecah.

sepertinya aku tak sanggup lagi.

Mei 08, 2007

april yang basah baru saja berangkat
sedang mei dengan anginnya yang kerontang datang mengendap-ngendap
mengirimkan bulan warna tembaga
tapi aku tak menemukanmu di antara april atau mei
hanya sunyi yang kian sangsai
menelengkup dalam dada

jiwamu; laut yang tak juga berkabar tentang maut
dan aku tak harus percaya ada ombak atau gelombang
yang kelak akan mengantarkan kabar

lupakan hari esok
atau kita akan menjadi gila.

Mei 01, 2007

percaya

ini adalah hari buruh internasional.
banyak orang turun ke jalan. termasuk beberapa kawan.
di bandung sendiri massa terbagi menjadi dua.
satu di gasibu dan satunya lagi di saparua.
konon katanya perpecahan ini adalah bagian dari politik.

pertanyaan saya adalah:
adakah pergerakan yang benar-benar didasari hati nurani?
bukan atas nama kepentingan?

besok adalah hari pendidikan.
masih banyak pertanyaan dalam kepala saya.
dan mungkin juga anda.

kalau boleh saya jujur,
saya sudah tak percaya pada siapa pun.
kecuali pada hati dan diri saya sendiri.

April 25, 2007

kini semua yang sedang saya susun kembali karena dulu sempat pecah berserakan, lagi-lagi berhamburan, hanya karena seseorang dari masa lalu menyelusup tiba-tiba dalam hari-hari saya.

sudah saya katakan berulangkali, saya tak lagi punya harapan terhadap apapun. bahkan bagi diri saya di kemudian hari. apa yang saya susun sekarang, hanya sekadar agar saya bisa bertahan hari ini. cukup. tapi kenapa selalu saja ada orang usil yang mengingatkan saya terhadap masa depan? kenapa?

kenapa tak dia katakan dengan jujur, bahwa saya hanya seorang pecundang. tentu hal itu lebih baik daripada dia seakan-akan peduli tentang masa depan saya? bukankah dulu juga dia yang berhasil memporak-porandakan hidup saya?

April 07, 2007

Kado Ulang Tahun
:mandala

masa kanakkanak kita telah lenyap sekarang
tak ada lagi pohon cemara juga lapangan sepak bola
hanya etalase yang berderet dan sebuah gedung bioskop
dengan layar paling besar

kita makin tumbuh dewasa sekarang
kamu sudah punya motor besar, bukan lagi motor khayalan
melihatmu melesat di riuh jalanan
aku ingat saat kita menyusuri jalan sepulang sekolah
dan aku terjerembab di sebuah selokan

kamu berlari, mencari bantuan
membawakanku hangat peluk ibu
kamu kena marah dan aku menangis kesakitan

berapa usiamu sekarang?
dua puluh sembilan bukan?
tapi kenapa aku merasa baru saja kemarin
kamu mengantarku sekolah dengan seragam putih merah.

08 April 2007

Maret 28, 2007

Arfah dan Gerak Radik

terkadang keterasingan menyeret seseorang pada rasa letih yang kurang ajar. tak terbantahkan memang, kerapkali saya juga mengalami kondisi seperti ini. kalau sudah begini, saya akan cepat-cepat mengemas ransel, meninggalkan kamar, dan berangkat menuju entah. mencari cara untuk menghabiskan rasa bosan sampai akhirnya menemukan kembali jalan pulang. terkadang saya malah menghabiskan waktu dengan kegiatan yang tidak jelas. di luar jadwal biasanya, berhari-hari sampai berminggu-minggu, sampai ada sebuah alasan yang mewajibkan saya harus kembali pada rutinitas.

dan beberapa hari yang lalu, menjelang ulang tahunnya, seorang adik saya juga mengalami hal yang sama. dia merasa sudah tidak lagi nyaman menjalani hidupnya yang sekarang. padahal usianya sebentar lagi genap. mungkin adik saya itu butuh perjalanan, tapi mungkin juga malah butuh sesuatu yang lain. perempuan misalnya ;)

sejauh ini, saya belum pernah melihatnya punya pacar. tapi selain itu, ada banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain. dan saya hanya bisa menduga-duga sambil mengucapkan selamat ulang tahun yang paling sederhana kepadanya.

bukan begitu, Dik Arfah?

satu lagi, dulu saya pernah menulis di blog ini. bertepatan dengan gempa di Jogja pada tanggal 27 mei 2006, ada dua orang sahabat saya yang resmi menjadi suami istri. saya memang tak sempat datang ke pernikahannya. dan tadi malam, tepat pada pukul 00.01 WIB, sahabat saya itu sudah melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Gerak Radik Mikala.

saya bahagia, meski terkadang ingatan saya tak bisa dicegah untuk masuk pada sebuah peristiwa di sebuah malam paling mengerikan. tapi tak usah khawatir. saya bahagia. Sangat!

Maret 15, 2007

suratmu tak pernah sampai, bahkan pada sebuah malam
: dewi.penyair

kamu mengirimiku sebuah pesan lewat merpati pos. tapi belum juga sampai hingga sekarang. mungkin sesuatu menjebaknya di udara. cuaca memang terlalu buruk akhir-akhir ini. kita tak pernah bisa menebak, apakah hari akan cerah atau kapan hujan akan datang. semuanya serba tiba-tiba. serupa bencana.

aku di sini. di tempat biasa. seperti kemarin juga. bangun menjelang siang. menyeduh kopi. membakar rokok. dan membaca koran. terkadang koran baru. tapi lebih sering koran lama yang sudah beberapa kali kubuka halamannya. jika kamu sulit menemukanku. mungkin karena sesuatu sedang menghalangi pandanganmu. tak perlu khawatir. aku ada seperti biasa.

kalaupun aku harus percaya ada sisi gelap, maka aku harus percaya ada juga sisi terang. tapi bagiku, seluruhnya melulu gelap. kau tak perlu ragu. aku ada jika kamu merasa perlu. aku tak berhak melarang seseorang menggali sesuatu dari jiwaku. aku hanya takut kamu akan lebih banyak kecewa. karena sisi gelap itu hampir selalu ada mengungkungku.

untukmu, kirimi aku sekali lagi merpati posmu. agar kalimatmu sampai di jendela kamarku.

Februari 28, 2007

menjelang pulang

duduk pada kursikursi tua ini
aku merasa kita kembali ke tempo lalu
memandang gerimis di luar
aku merasa tak mungkin sanggup lagi melawan ingatan

puntung rokok itu telah sekian puluh jumlahnya dalam asbak
gelas kopi milikmu, Yusuf
cangkir teh panas milikmu, Fahmi
pisin es krim milikmu, Mifta
dan gelas es teh milikku telah kosong sejak tadi
tapi kita sepertinya enggan beranjak juga
tak ada yang bicara keberangkatan di sini
meski kita samasama tahu, akan ada yang pulang malam ini

sebagai seorang pejalan, aku masih harus memikul ransel
memutar jalan menuju satu-satunya arah
tempat segala kepergian diawali

kita, terutama aku, lebih memilih tak bicara apaapa
menghayati sejarah dari rangkai cerita yang kubangun
dari airmata juga darah

djendelo, 20 februari 2007
17:10

Februari 08, 2007



hujan yang jatuh menderas di halaman rumahmu, membuatku merasa, sunyi seringkali datang bukan pada saat kita sendirian. tapi dia akan mengunjungi siapa saja yang merasa asing dan gamang. dan begitulah aku sekarang.

Januari 29, 2007

mungkinkah ini bau kematian itu?

inikah bau kematian itu? aku tak mengira bisa sampai ke pintunya, meski tak jadi mengetuk. aku tak mengira, betapa kematian begitu sengit dan berbau sakit. sakit yang tak pernah bisa terdefinisikan. sungguh aku tak mengira.

Januari 01, 2007

Catatan Awal Tahun

Segalanya berlalu begitu saja. Tak ada tiupan terompet. Tak ada teriakan kebahagiaan. Tak ada kembang api. Aku melewati pergantian tahun ini sendirian. Di kamar ini. Bach, Beethoven, dan Mozart mengalun bergantian pada winamp, menemaniku memutar kembali seluruh ingatan. Lelaki itu muncul lagi dalam kepalaku. Ya, tentu kamu tak asing lagi dengan dia. Dia yang telah memutuskan untuk berangkat mengejar sesuatu yang bernama kebahagiaan. Dia tak mengajakku mengejar kebahagiaan itu berdua. Sebab dia sudah punya teman untuk itu. Tak baik baginya jika aku terus saja menguntit di belakang mereka. Sedang dia tak lagi menginginkan aku berada di sampingnya.

Aku tak mengerti, selalu saja, tangisku meledak saat aku kembali mengingat bagaimana dia mengatakan bahwa dia tak lagi membutuhkan aku. Aku dihardiknya pergi. Dengan kalimat yang masih juga aku ingat betul: Sebaiknya aku tegas saja, lebih baik kita ambil jalan masing-masing. Ini demi kebaikan hidupmu, kebaikan hidupku.

Kalimat itu memang baik untuk hidupnya. Tapi tentu saja tidak bagi hidupku. Kamu tentu paham, berkali-kali aku mencoba menjalani hidup seakan-akan tidak terjadi apa-apa, ingatanku malah sebaliknya. Dia seringkali berontak. Ingatan-ingatan itu muncul begitu saja, tanpa pernah berhasil aku membendungnya. Usahaku melawan ingatan begitu sia-sia. Saat itulah aku merasakan kesakitan yang bertubi-tubi. Dan aku tak bisa melakukan apa-apa selain menangis.

Tahun memang sudah berganti. Tapi tak ada yang berubah dalam hidupku. Kemarin dan hari ini sama saja. Esok? Aku tak berharap banyak pada hari esok. Dia adalah bagian dari sejarah. Meskipun aku bisa melewatinya dengan baik, tak ada yang tahu, apakah esok, ingatan-ingatan itu tak akan pernah datang lagi.

Beberapa waktu lalu, harapan itu seringkali menemaniku melewati pergantian tahun. Harapan bahwa tahun mendatang akan membawaku kepadanya. Membawaku mewujudkan mimpi bersama. Membangun surga kecil bagi diri kami sendiri. Kami tak akan peduli pada orang-orang di luar sana, yang akan meneriaki kami sebagai orang gila, karena terlalu bahagia.

Ingatan-ingatan itulah yang saat ini menemaniku melewati pergantian tahun. Tak ada lagi mimpi bersama. Tak ada. Hanya aku sendiri. Di dalam kamar. Mendengarkan alunan Symphony No.3 'Eroica', Opus 55 dari Beethoven. Menyandarkan punggung pada kursi, sambil mencoba sekuat tenaga, menghalau ingatan-ingatan tersebut agar tak lagi membuatku jatuh dan menangis.

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...