Januari 01, 2007

Catatan Awal Tahun

Segalanya berlalu begitu saja. Tak ada tiupan terompet. Tak ada teriakan kebahagiaan. Tak ada kembang api. Aku melewati pergantian tahun ini sendirian. Di kamar ini. Bach, Beethoven, dan Mozart mengalun bergantian pada winamp, menemaniku memutar kembali seluruh ingatan. Lelaki itu muncul lagi dalam kepalaku. Ya, tentu kamu tak asing lagi dengan dia. Dia yang telah memutuskan untuk berangkat mengejar sesuatu yang bernama kebahagiaan. Dia tak mengajakku mengejar kebahagiaan itu berdua. Sebab dia sudah punya teman untuk itu. Tak baik baginya jika aku terus saja menguntit di belakang mereka. Sedang dia tak lagi menginginkan aku berada di sampingnya.

Aku tak mengerti, selalu saja, tangisku meledak saat aku kembali mengingat bagaimana dia mengatakan bahwa dia tak lagi membutuhkan aku. Aku dihardiknya pergi. Dengan kalimat yang masih juga aku ingat betul: Sebaiknya aku tegas saja, lebih baik kita ambil jalan masing-masing. Ini demi kebaikan hidupmu, kebaikan hidupku.

Kalimat itu memang baik untuk hidupnya. Tapi tentu saja tidak bagi hidupku. Kamu tentu paham, berkali-kali aku mencoba menjalani hidup seakan-akan tidak terjadi apa-apa, ingatanku malah sebaliknya. Dia seringkali berontak. Ingatan-ingatan itu muncul begitu saja, tanpa pernah berhasil aku membendungnya. Usahaku melawan ingatan begitu sia-sia. Saat itulah aku merasakan kesakitan yang bertubi-tubi. Dan aku tak bisa melakukan apa-apa selain menangis.

Tahun memang sudah berganti. Tapi tak ada yang berubah dalam hidupku. Kemarin dan hari ini sama saja. Esok? Aku tak berharap banyak pada hari esok. Dia adalah bagian dari sejarah. Meskipun aku bisa melewatinya dengan baik, tak ada yang tahu, apakah esok, ingatan-ingatan itu tak akan pernah datang lagi.

Beberapa waktu lalu, harapan itu seringkali menemaniku melewati pergantian tahun. Harapan bahwa tahun mendatang akan membawaku kepadanya. Membawaku mewujudkan mimpi bersama. Membangun surga kecil bagi diri kami sendiri. Kami tak akan peduli pada orang-orang di luar sana, yang akan meneriaki kami sebagai orang gila, karena terlalu bahagia.

Ingatan-ingatan itulah yang saat ini menemaniku melewati pergantian tahun. Tak ada lagi mimpi bersama. Tak ada. Hanya aku sendiri. Di dalam kamar. Mendengarkan alunan Symphony No.3 'Eroica', Opus 55 dari Beethoven. Menyandarkan punggung pada kursi, sambil mencoba sekuat tenaga, menghalau ingatan-ingatan tersebut agar tak lagi membuatku jatuh dan menangis.

10 komentar:

Anonim mengatakan...

tak baik memelihara kesedihan di tahun baru. lebih baik cepat bangkit dan menegaskan diri kamu, bahwa tak akan ada seorang pun di dunia ini yang bisa membuatmu menangis.

Anonim mengatakan...

ingat.. segera waras ya wid ;)

Ready Susanto mengatakan...

seperti sepucuk pesan abu-abu bagiku..

Anonim mengatakan...

Bener kata apri hehehe...

Anonim mengatakan...

sepeda gunung: seharusnya memang begitu. tapi spt kata apri, harus menjadi waras dulu utk bisa bangkit

aprian: kamu juga, pri!

ready susanto: abu-abu ataupun biru, sptnya tetap saja, surat ini tak akan pernah sampai ke mana pun

aban: haha! memang nt sudah waras, ban?

Anonim mengatakan...

teh wida...
bingung mo nulis apa...
sy berada pada ambang antara mengerti lukamu dan menitahmu untuk terus maju mencari lelaki lain...hehehe
tapi sy lebih condong ke hal kedua seh. sy yakin, byk lelaki yang menyukai penyair sepertimu. cie...

Anonim mengatakan...

arfah: Aduh, Dek Arfah, saya jadi terharu dengan komentarmu. Mencari lelaki lain? Ohh.. kok lelaki jadi kayak barang aja ya? Kalo udah rusak atau hilang, dia harus diganti dengan yg baru. Tapi tenang saja, Dek Arfah, saya akan mencari cara lain selain dua cara yang Dek Arfah sarankan. Semoga saja diberi jalan ;)

Anonim mengatakan...

wida.

Anonim mengatakan...

untuk ke lebih tinggi kita pasti terjatuh berkali-kali. Jangan sekali-kali membunuh esok kerana keperitan hari ini.

Anonim mengatakan...

Hidup Sudahnya Mati

bermula
dan akhirnya tamat jua
begitu diberi erti
hidup sudahnya mati

bagai mengatur huruf
ada awal akhirnya
berkelanalah kita antaranya
hanya antaranya

kiranya sudah takdir tersurat
jalinan cuma usaha kasar dan pekat
mengapa mesti menghitung hari
atau mencicip rupa yang pasti lari
eloknya jika detak hati dibiarkan
nanti dihembus angin
dan pudarlah dari kotak kenangan

kenangan tersimpan dan terbuang
dalamnya ada hati patah kecewa
ada dendam seribu tanda
siapapun pasti mengerti
dalam setiap hati
ada duri
ada sembilu
menghiris sepi.

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...