November 06, 2023

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus



Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan kawasan hutan tersebut karena sebuah acara bertajuk Ranca Upas 2023 Camping Adventure Explore. Kerusakan kawasan tersebut bahkan sampai viral di sosial media.

Peristiwa kerusakan hutan bukanlah persoalan baru. Indonesia yang memiliki jumlah hutan terbesar kedua di dunia memposisikan Indonesia sebagai paru-paru dunia. Namun, posisi itu nyatanya tidak menjadikan masyarakat dan pemerintah lebih peduli.

Pada Tahun 1998 misalnya, kondisi Gunung Lemongan sudah sangat memprihatinkan akibat illegal logging besar-besaran. Saat itu, 2000 hektare hutan Lemongan habis dibabat. Akibat pohon-pohon yang ditebang secara liar inilah, berdampak pada kerusakan ekosistem serta menurunnya debit air 13 ranu yang ada di sekitar Gunung Lemongan. Jika penebangan pohon ini terjadi terus-menerus dan hutan tak kembali pulih, maka bisa dipastikan, banyak ranu akan kekeringan.

Abdullah Al-Kudus, atau akrab dipanggil A’ak, seorang pemuda yang hanya lulusan SMP, tidak tinggal diam. A’ak tidak mau berpangku tangan melihat kondisi kritis Gunung Lemongan.

A’ak, pria kelahiran 12 Oktober 1974 ini mengumpulkan puluhan  anak muda untuk mengajak dan terlibat aktif menanam pohon dan merawat lingkungan. A’ak membuat sebuah kelompok yang diberi nama “Laskar Hijau”.

 

Laskar Hijau

Misi Laskar Hijau ini adalah untuk menyelamatkan lingkungan yang telah rusak akibat penebangan liar. A’ak meyakini bahwa kalau tidak ada yang melakukan sesuatu maka bukan mustahil anak cucu kita ke depannya akan mengalami hal yang lebih buruk dari hari ini.

Pada Tahun 2010, penghijauan ala Laskar Hijau sudah berbuah. Sedikitnya 400 hektare hutan di Gunung Lemongan sudah hijau. Ranu Klakah, danau terpenting di kawasan itu, debit airnya kembali naik. Danau-danau di sekitar lereng Gunung Lamongan merupakan penyuplai air untuk lahan pertanian masyarakat yang hidup di kaki Gunung Lemongan.

 

Maulid Hijau

A’ak pernah menggagas peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dia gabungkan dengan gerakan penghijauan menanam pohon. A’ak menyebut peringatan tersebut dengan Maulid Hijau.

Gerakan yang dilakukan oleh A’ak dan kawan-kawannya di Laskar Hijau bukan sesuatu yang mudah. Bahkan bisa dibilang dipenuhi tantangan. Bahkan pernah juga datang dari kaum agamawan, salah satunya Majelis Ulama Indonesia Lumajang.

MUI Lumajang pernah memfatwa A’ak sesat, karena mengaitkan maulid Nabi dengan cara yang dianggap ‘aneh’. Namun A’ak kukuh pada pendiriannya.  A’ak justru makin mantap untuk memberikan segenap waktu dan tenaga yang dimilikinya untuk konservasi Gunung Lemongan.

 

Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2010

Atas apa yang telah dilakukannya, A’ak menerima Apresiasi SATU Indonesia Awards pada tahun 2010. Selain menerima penghargaan dari Satu Indonesia Awards, A’ak juga pernah meraih gelar penghargaan melalui Unit Kerja Presiden Bidang Pembinaan Ideologi Pancasila di tahun 2017.

A’ak Abdullah Al-Kudus menjadi salah satu peraih penghargaan dari 72 orang penerima penghargaan dari seluruh Indonesia. Nama Aak Abdullah Al-Kudus bersanding dengan nama Alan Budi Kusuma, peraih medali emas bulu tangkis  Olimpiade Barcelona 1992 dan Lisa Rumbeiwas, atlet Angkat Besi peraih medali perak pada Olimpiade Athena Tahun 2004.

Apa yang dilakukan oleh A’ak memang selayaknya mendapat apresiasi. Gerakannya menghijaukan kembali Gunung Lemongan yang telah rusak bisa menjadi inspirasi bagi kaum muda hari ini. Sebab semakin hari, hutan-hutan di Indonesia semakin banyak yang mengalami nasib yang sama dengan Gunung Lemongan dulu, bahkan sebagian gunung  mengalami nasib yang lebih buruk.

Semestinya, dengan hadirnya A’ak dan gerakan Laskar Hijau, akan lahir juga A’ak A’ak berikutnya bersama laskar-laskar hijau lainnya. Sebab seperti kata A’ak, hutan adalah masa depan kita. Tanpa hutan, kita tak punya masa depan.

A’ak adalah sosok dengan 1001 aktivitas. Dunia seni digelutinya, terutama seni rupa, sastra, dan teater. Dia pernah berguru kepada sejumlah seniman hebat, seperti pelukis Uki Sukisman di Pasar Seni Ancol, Jakarta, WS. Rendra (almarhum), penyair sufistik Dik Munthalib, 75 tahun, serta cerpenis nyentrik Julius Siyaranamual (almarhum).

Generasi muda hari ini semestinya bisa belajar banyak dari A’ak. Idealismenya tentang lingkungan dan masa depan masyarakat Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari hutan dan ekosistem di dalamnya.Tanpa lingkungan yang baik, masa depan Indonesia adalah masa depan dengan suhu yang panas, air yang susah didapat, bahan pangan yang sulit didapat.

A’ak telah memahami bahwa semesta bekerja dengan timbal balik. Apa yang kita tanam, itu yang kita tuai. Jika hari ini kita menanam pohon, maka kita akan menuai bukan saja buah, tapi kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.

 

Merawat Jangan Merusak

A’ak memiliki keyakinan bahwa merawat lingkungan adalah jalan untuk keberlangsungan ekosistem makhluk hidup, termasuk kita, manusia. Jika tidak bisa merawat, maka jangan sekali-kali merusak.

Apa yang terjadi dan sempat viral di Ranca Upas beberapa bulan lalu, rusaknya bunga rawa oleh kendaraan bermotor dalam sebuah acara, tentu saja tidak perlu terjadi jika semua orang memiliki pemikiran yang sama seperti A’ak.

Indonesia di masa depan tentu adalalah Indonesia dengan segala permasalahan di dalamnya yang semakin berat. Masalah kerusakan lingkungan adalah ancaman utama bagi keberlangsungan alam lestari Indonesia. Gerakan yang dilakukan A’ak adalah gerakan yang harus terus diperluas. Agar masa depan Indonesia adalah masa depan yang gemilang.

Terima kasih A’ak, terima kasih Laskar Hijau. Kami harus belajar kepadamu.

 



April 01, 2022

Budaya Remixed: Sebuah Perjalanan Menemukan

 


Apa yang saya pikirkan saat berusia 15 tahun? Rasa-rasanya saat itu hanya pikiran-pikiran sederhana saja. Mau main ke mana sepulang sekolah, bagaimana caranya bisa bolos di mata pelajaran matematika tanpa ketahuan, atau bagaimana caranya bisa mencontek saat ulangan Fisika nanti.

Apakah ada dalam diri saya keinginan untuk menyusun sebuah pemikiran tentang apa itu kebudayaan? Apa itu seni? Apa itu kehidupan? Sama sekali tak ada. Jangankan menyusunnya, terlintas saja tidak.

Berbeda dengan saya saat di usianya, Lil’li Latisha, seorang gadis berusia 15 tahun telah berpikiran jauh ke depan. Pikirannya tentang budaya, seni, jauh melampaui anak seusianya. Lil’li adalah seorang aktor, penari, content creator, dan pemenang Global Winner Rise for the World 2021 di usianya yang masih sangat muda.

Pandi lewat Program Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (Mimdan) di acara Bincang MIMDAN seri ke-5 pada hari Rabu, 30 Maret 2022 pukul 19.30 WIB di akun IG @merjut_indonesia telah menghadirkan Lil’li Latisha sebagai narasumber.



Dari perbincangan yang dipandu oleh Evi Sri Rezeki itulah, saya semakin menyadari bahwa Lil’li bukan saja memiliki visi tentang seni dan kebudayaan, tapi juga dia bisa menyadari di mana tempatnya berdiri hari ini. Dia paham betul bahwa dia terlahir dari dan dengan banyak budaya.

Lil’li menyadari dirinya adalah bagian dari negeri yang bernama Indonesia, maka dia mempelajari sejarah budaya melalui sejarah sebuah tempat. Dia misalnya datang ke Candi Borobudur, belajar membatik, dan belajar beberapa tarian dari berbagai daerah di Indonesia. Bukan hanya tari tradisional saja. Sejak usia 5 tahun, Lil'li telah belajar tari Balet.

Sebagai keturunan Tionghoa, dia juga mempelajari budaya Tionghoa. Dia merasakan bagaimana lingkungan keluarganya membentuknya sebagai orang Tionghoa. Dia merasakan juga bagaimana Budaya K-POP dan K-Drama menjadi salah satu budaya yang diminati juga oleh masyarakat.

Sebagai Gen-Z, tentu dia juga melakukan apa yang dilakukan anak-anak satu generasinya. Memotret setiap momen melalui handphone-nya, mengunggahnya di Instagram, Facebook, dan Tiktok. Bahkan bersama beberapa teman yang mempunyai minat yang sama, Lil'li membuat konten video untuk channel Youtube. Generasi Z banget, kan?

Dengan melakukan berbagai perjalanan budaya itulah, akhirnya Lil’li memiliki caranya pandangnya sendiri tentang budaya, tentang seni, tentang kehidupan yang sedang dan akan dilaluinya. Dia menamakannya sebagai Budaya Remixed.

Saya berkali-kali berdecak kagum selama bincang Live IG itu berlangsung. Anda mungkin juga akan melakukan hal yang sama seperti saya, saat Anda menonton perbincangan itu, atau lebih jauh lagi, Anda menonton video yang telah Lil’li Latisha buat bersama teman-temannya. Videonya diberi judul Budaya Remixed - Pilot Episode.


Dalam video yang dibuatnya, Lil’li menceritakan bagaimana dirinya seringkali mendapat kecaman (bullying) karena seringkali berbicara dalam Bahasa Inggris daripada Bahasa Indonesia. Di sana juga terlihat, bagaimana langkah Lil’li menghadapi kecaman tersebut bukan dengan balik mengecam, tapi justru melakukan apa yang tidak dilakukan oleh kebanyakan orang yang mengecamnya.

 Lil’li melakukan perjalanan budaya untuk menemukan apa yang sesungguhnya benar-benar ingin dia lakukan di masa depan. Dia kembali  ke masa lalu melalui seni dan budaya yang ditinggalkan dari masa lalu, untuk bisa tegak berdiri hari ini, dan menyongsong hari depan yang gemilang.

Selama perbincangan, saat Evi sebagai host, memberikan pertanyaan demi pertanyaan, Lil’li menjawabnya dengan ringan. Seolah-olah perbincangan soal budaya, seni, kebudayaan, adalah perbincangan keseharian yang asyik dan menarik.

Mungkin itu yang membedakan generasi saya dengan generasi, Lil’li. Internet telah banyak mempengaruhi cara berpikir seseorang, bahkan sebuah generasi. Pengetahuan tidak sulit lagi didapat, tapi justru sebaliknya, melimpah dan murah. Tinggal bagaimana kita memilahnya, untuk mendapatkan apa yang sebetulnya kita butuhkan.


Satu hal yang saya garisbawahi dari perbincangan IG Live Mimdan seri ke-5 itu adalah bahwa Lil’li mengutamakan empati dan adab, dalam segala hal yang berhubungan dengan sesama, baik daring (online) maupun luring (offline).

Kesetaraan, mendapat kesempatan yang sama, adalah impian Lil’li untuk masa depan yang lebih baik. Terima kasih untuk PANDI, karena telah mengadakan Bincang Mimdan bersama Lil’li Latisha. Saya berharap, masih banyak lagi orang-orang seperti Lil’li di luar sana. Sebab di tangan merekalah masa depan Indonesia yang gemilang akan terwujud.

Maret 27, 2022

Hari Teater Sedunia


Selamat Hari Teater Sedunia!

Menurut sebuah lagu, dunia ini panggung sandiwara. Namun nyatanya, di atas panggung selalu ada panggung yang lain.

Bagi saya, berteater adalah menumbuhkan lebih banyak empati. Mencoba merasakan apa yang orang lain rasakan. Bermain teater juga menjadi jalan bagi saya memahami diri sendiri.

Lebih sulit memahami kehendak dan gerak diri ternyata. Selamat hari teater sedunia. Sebab kita, seringkali merindukan tepuk tangan selepas lampu padam.

Juni 29, 2021

Harta Karun dalam Permainan


Tak jauh dari tempat saya tinggal, tepatnya di Lembur Cibunar, Sukajadi, setiap hari Minggu pagi, selalu bisa dijumpai anak-anak yang sedang bermain. Mereka memainkan permainan-permainan anak-anak yang kini sudah jarang sekali dimainkan. Kang Deni Weje menamai lembur itu sebagai Lembur Kaulinan Cibunar.

Jika saya sedang memiliki waktu luang, di hari Minggu pagi, saya akan mengajak anak-anak ke Lembur Cibunar. Anak-anak saya akan bergabung bersama anak-anak di sana untuk bermain bersama. Mereka terlihat bahagia.

Permainan anak-anak itu biasa disebut sebagai Kaulinan Barudak. Permainan anak-anak tradisional di masa lalu yang sengaja dihidupkan kembali di masa kini, di saat permainan anak-anak telah beralih ke layar gawai.


Anak-anak di Lembur Kaulinan Cibunar akan bermain dengan riang. Tawa mereka terdengar dari kejauhan. Anak-anak itu ditemani beberapa Akang-akang dan Teteh-teteh yang sengaja datang di antara kesibukan kuliah atau pekerjaannya. Merekalah para pegiat kaulinan barudak yang dengan sukacita mengajak anak-anak yang tinggal di lingkungan sekitar atau yang sengaja datang ke sana untuk bermain bersama.

Lagu anak-anak akan terdengar kembali. Dinyanyikan dengan riang gembira, dengan sukacita dan tawa. Para pegiat biasanya mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan anak-anak dengan gitar atau ukulele.

Para pegiat kaulinan barudak itu ada yang sudah bekerja, ada juga yang masih kuliah, ada juga yang baru mau masuk kuliah. Salah satunya bernama Muhammad Rizky Ramdani. Tahun ini dia baru mau mendaftar untuk kuliah. Katanya mau daftar kuliah ke Institut Agama Islam Darussalam, Ciamis.

Rizky, begitu biasa saya menyebutnya. Saya tak mengira, di tengah-tengah keasyikannya menjadi pegiat kaulinan, diam-diam dia menuliskan semua pengalamannya bersama anak-anak itu ke dalam sebuah novel. Novel itu diberi judul, Harta Karun dalam Permainan.

Tokoh-tokoh dalam novel ini adalah anak-anak yang tak sengaja memasuki petualangan seru dalam permainan-permainan anak di masa lalu. Maka kita akan diajak untuk bermain kucing-kucingan, ular tangga, kwartet, petak umpet, main kelereng, dan banyak lagi permainan lainnya.

Februari 16, 2021

Membaca Novel Babad Kopi Parahyangan


Membaca buku Babad Kopi Parahyangan karya Evi Sri Rezeki membuat saya terlempar jauh ke masa lalu. Menyusuri Parahyangan yang diliputi kegelapan karena pribumi tercekik sistem tanam paksa demi mutiara hitam.

Maka menyesap kopi hari ini adalah juga mengingat bagaimana banyak orang mati demi biji-biji hitam dan rakusnya kaum kompeni. Menindas bukan kata yang pas saya kira. Menghisap darah pribumi rasanya lebih tepat.

Beruntung saya hidup di masa kini. Bisa membaca buku, menikmati kopi, sambil sesekali makan roti. Di masa lalu, mereka menanam tanpa pernah menuai hasil.

Evi, saya kira mampu bertutur dengan bahasa yang jernih. Ada sosok Euis yang membuat saya merasa bahwa perempuan bisa menjadi sosok yang lembut sekaligus kuat. Euis adalah lambang sebuah perlawanan kaum perempuan terhadap ketidakadilan.

Desember 31, 2019

penghujung tahun

penghujung tahun 2019 memberi banyak kejutan. kejutan menyenangkan yang sungguh tak mudah dilupakan. Tuhan maha adil, dia memberikan kejutan yang lain juga. seiring peristiwa demi peristiwa membahagiakan, kejutan lain datang. sebuah kabar kehilangan. kehilangan paling purna dari segala bentuk kehilangan.

penghujung tahun 2019 adalah lambai tangan, salam perpisahan, kecup dan cium terakhir untukmu, Ibu. kepergianmu menggetarkan seluruh kesadaran. aku menjelma bunga layu di hadapan kuburmu, Ibu.

Oktober 31, 2017

Serunya Terbang Ke Luar Negeri Bersama Bayi dan Anak-anak

Serunya Terbang Ke Luar Negeri Bersama Bayi dan Anak-anak
Serunya Terbang Ke Luar Negeri Bersama Bayi dan Anak-anak - Sumber Pixabay

Pernah merasakan terjebak dalam penerbangan bersama bayi dan anak-anak? Percayalah, rasanya bisa campur aduk karena bayi dan anak-anak kerap susah diprediksi tingkah lakunya. Apalagi saat terbang ke luar negeri yang membutuhkan waktu perjalanan berjam-jam, potensi bayi dan anak-anak jadi rewel pun akan semakin besar. Jika tak bisa menghindar untuk terbang bersama mereka, berikut beberapa tips agar orang tua dan traveler bisa merasakan serunya terbang ke luar negeri bersama bayi dan anak-anak.

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...