Oktober 06, 2013

Antara Kehamilan Kedua, Menulis, dan Mengedit

tidak terasa, kehamilan yang kedua ini sudah menginjak bulan kelima. ya, hampir lima bulan juga saya merasa benar-benar leha-leha. kehamilan kali ini bawaannya males. males mengerjakan banyak hal. kalau mual-mualnya sih, udah gak harus diceritain lagi. waktu kehamilan pertama pun, hampir sembilan bulan saya merasakan mual-mual.

kehamilan yang kedua ini, entah kenapa, di samping mual-mual seperti di kehamilan pertama, ada juga tambahannya, saya benar-benar malas. asli. malas. bahkan, untuk menyapu saja, saya malas. jadi, seringkali saya hanya mengerjakan pekerjaan yang benar-benar penting.

kemalasan itu pun berefek pada pekerjaan. saya benar-benar malas menulis. menulis apapun. malas membaca. membaca apapun. untungnya tidak terlalu malas jika mengedit. hanya, yang jadi persoalannya, saya seringkali merasa begitu lelah ketika berhadapan dengan layar monitor. saya hanya kuat duduk di depan komputer sekitar satu jam saja. selepas itu, saya leyeh-leyeh. tiduran sampe tidur beneran.

alhasil, editan saya beberapa terbengkalai. meski ada beberapa editan yang saya pastikan tepat dengan jadwal deadline. kalau nggak, saya yang kena akibatnya sendiri. kena pecat. hehehe...

lepas dari segala kemalasan yang menghantui selama kehamilan kedua ini, saya benar-benar merindukan untuk bisa menulis. maka, malam ini, dengan ditemani michael buble, saya menuliskan catatan ini.

beberapa hari ini, setelah Iqbal disunat, saya mencoba untuk melawan rasa malas itu. semoga saja, si malas itu tidak terus menghantui saya. semoga... Aamiin...

September 13, 2013

Iqbal dan Sunatan

Hari ini, jumat, 13 September 2013, Iqbal sudah disunat. Subuh tadi, saya, suami, ibu mertua, Iqbal dengan ditemani dua ponakan, datang ke sebuah Klinik Khitan. Hanya setengah jam kami berada di Klinik. Mungkin karena hari ini hanya Iqbal satu-satunya pasien yang disunat. Alhasil, proses berjalan cepat dan lancar.



Saat masuk ke ruang praktek, Iqbal tidak mau lepas, dia terus memeluk saya. Tapi asisten klinik itu dengan cepat menggendong Iqbal dan meminta saya untuk menunggu di luar ruangan. Tidak tega sebetulnya. Tapi saya pasrah saja. Saya hanya bisa berdoa, semoga semuanya lancar.

Setelah selesai, asisten menggendong Iqbal keluar ruangan. Sungguh, saya tak bisa menjelaskan dengan kata-kata, bagaimana ekspresi Iqbal saat dia baru keluar ruangan. Mungkin dia tidak mengira, kalau disunat itu akan begitu. Hehehe...

Untungnya, Iqbal tidak rewel. Selama perjalanan pulang, kami bercerita. Ya, beruntung kedua ponakan itu mau ikut ke Klinik. Sehingga bisa menghibur yang sudah selesai dikhitan.

Hari ini, hari jumat. Bulan September. Bulan yang bertepatan dengan bulan lahir Iqbal. 9 September kemarin, usia Iqbal tepat tiga tahun. Saya bahagia. Tugas kami sebagai orangtua terhadap anak laki-laki baru selesai sebagian. Tentu. Masih banyak tugas lainnya menanti kami. Semoga kami bisa menjalaninya sebaik-baik orangtua. Aamiin....

Sore nanti, akan ada pengajian ibu-ibu di rumah kami. Syukuran sunatan Iqbal dan syukuran kehamilan kedua saya yang sudah menginjak empat bulan. Semoga semua agenda hari ini berjalan lancar. Aamiin...

April 18, 2013

Iqbal dan Kolam Renang


Sabtu, tanggal 13 April 2013, saya mengajak Iqbal ke sebuah acara yang berlokasi di Pageur Ageung, Tasikmalaya. Acara ini berjudul Cuang Lawung 1 yang digagas oleh sebuah grup di FB. Grup Fiksimini Basa Sunda. Sebuah acara yang sebetulnya sangat tidak cocok untuk anak batita seperti Iqbal. Namun, sejak usia balita, saya sudah terbiasa mengajak Iqbal untuk turut ke acara-acara yang saya ikuti. Meskipun acara tersebut berlangsung di outdoor. Apalagi setelah saya tahu kalau di lokasi acara ada sebuah kolam renang. Ya, Iqbal paling suka dengan kolam renang. Sejak masih usia empat bulan, saya seringkali mengisi bak mandi dengan air hangat, lalu membiarkan Iqbal berenang dengan ban khususnya. Hingga saat ini, berenang menjadi kegiatan favoritnya.

Kami sampai di lokasi sekira jam 10 pagi. Benar saja, Iqbal langsung merengek minta turun ke kolam renang. Padahal rencananya, saya baru akan membiarkannya turun ke kolam renang, sore nanti. Mungkin memang karena usianya yang kini sudah 2.5 tahun, sehingga untuknya, ketika turun, ya harus turun. Konon menginjak pada usia inilah, seorang anak sedang belajar menegakkan ke-aku-annya. Saya pun menyerah, saya biarkan dia masuk ke kolam renang yang dangkal. Dia pun nampak gembira sekali.
Saya benar-benar tak mengira, kalau pada hari pertama saja, Iqbal meminta turun ke kolam renang sebanyak 3 kali. Pagi, Siang, Sore. Seperti minum obat saja. Dengan durasi hampir 30 menit lebih setiap kali dia turun ke kolam renang. Hari kedua pun demikian. Iqbal dua kali turun ke kolam renang. Saya sudah khawatir, takut-takut dia flu, atau bahkan sakit sepulangnya dari acara.
Benar saja, saat pulang ke Ciamis. Di perjalanan badan Iqbal demam. Perasaan saya berkecamuk. Antara khawatir dan merasa bersalah. Namun, sesampainya di Ciamis, saya langsung ke apotek, membeli obat penurun demam. Ke warung, membeli timun untuk mengompresnya.
Dan sekarang, empat hari selepas acara, Iqbal sudah sangat normal lagi. Demamnya hanya sebentar saja. Pelajaran berharga bagi saya adalah, saya harus lebih pandai lagi mengalihkan perhatian Iqbal. 

Maret 27, 2013

Bapak, dan Perasaan Kehilangan

saya bukan anak yang berbakti. telah banyak luka yang dirasakan orangtua tersebab saya. namun sungguh, meski saya anak yang durhaka, namun perasaan kehilangan itu begitu terasa. bahkan, terasa sekali karena saya tahu, saya belum bisa membahagiakan bapak.
dari bapak, saya belajar untuk mengubah kesakitan menjadi kekuatan. dari bapak juga saya mengerti apa arti sumarah. pasrah. pasrah bukan berarti menanti nasib membawa diri kita ke mana dia mau. namun pasrah adalah bergerak senantiasa, lantas hasilnya, serahkan pada sang maha kuasa.
saya tahu, saya bukan anak yang berbakti. namun kehilangan bapak bagi saya seperti kehilangan matahari. kehilangan cahaya yang setiap saat akan menuntun saya melewati terowongan paling gelap dalam hidup.
selamat jalan, bapak...
semoga Allah Swt, memberikan tempat paling utama untukmu...
Amin.


Februari 24, 2013

Di Hari Pemilihan Itu

Nak, esok hari aku akan mengajakmu ke Tempat Pemilihan Suara. Tidak. Aku tidak akan memilih calon gubernur mana pun. Aku hanya ingin mengajakmu melihat bagaimana orang-orang diam-diam menyimpan harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Aku bukannya tidak punya harapan, sehingga tak ada keinginan untuk memilih. Bukan. Aku hanya merasa, bahwa saat ini, kehidupan yang lebih baik, tidak ditentukan oleh siapa yang memimpin.

Ibumu ini mungkin adalah manusia pesimis. Tidak percaya bahwa semuanya akan berubah. Akan ada pemimpin yang dengan kerendahan hatinya, memikirkan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan serikat.

Aku ingin mengajakmu belajar di TPS. Sebab di TPS itulah, sebenar-benarnya sekolah politik. Di TPS, kita akan bertemu dengan tetangga-tetangga kita. Satu RT. Satu RW. Di sana, kita akan melihat wajah-wajah resah saat nama dan nomor antrian yang dipegang belum terpanggil. Namun kamu akan mendapati bahwa wajah itu akan sumringah seketika, saat dia baru keluar dari bilik suara. Raut wajah yang hampir tak bisa kulukiskan dengan kata-kata.

Hampir sebagian dari pemilih itu, Nak. Tetangga kita. Mereka satu sama lain, telah saling memahami, bahwa Pak A, adalah pendukung nomor sekian. Ibu C adalah pendukung fanatik nomor lain. Dan seterusnya dan seterusnya. Bahkan, sebagian dari mereka tahu, bahwa ibumu ini datang ke TPS hanya untuk mencoblos semua gambar calon.

Tapi pengetahuan yang mereka miliki itu, tidak menjadikan mereka enggan saling mengirim makanan. Ibu B, yang mendukung nomor sekian, nyatanya masih mengirim buah rambutan yang tumbuh di halaman rumahnya kepada Ibu D, meski Ibu B mengetahui bahwa Ibu D adalah pendukung nomor yang berbeda.

Perbedaan tidak melahirkan tawuran antar tetangga. Tidak menghentikan kebaikan demi kebaikan yang terus bergulir, seperti sebelum waktu pemilihan.

Saat hasil pemilihan diumumkan. Yang memilih pemenang, mungkin akan sedikit bahagia, karena harapannya mungkin akan menjadi kenyataan. Sedangkan pendukung yang kalah, tak sakit hati, tidak pula dendam, pada mereka yang menang. Selepas di TPS, semua kembali pada kehidupan semula. Saling berbagi. Saling mengunjungi. Menjenguk jika mendengar ada seorang tetangga yang sakit. Semua kembali seperti biasa.

Namun kehidupan politik tidak sesederhana yang aku gambarkan di atas, Nak.
Mereka, yang mengatasnamakan rakyat, seringkali malah melupakan rakyatnya, lantas baku hantam, saling berebut piring, untuk memasukan nasi sebanyak yang mereka bisa, untuk diri mereka sendiri, untuk golongan mereka sendiri. Mereka tak lagi ingat, bagaimana wajah-wajah penuh pengharapan yang keluar dari bilik suara. Bermimpi kehidupan akan lebih baik dari hari ini.

Nak, esok aku akan mengajakmu ke Tempat Pemilihan Suara. Agar kelak, jika kau sudah dewasa, dan bertekad menjadi pemimpin, akan selalu ingat bagaimana raut wajah mereka yang keluar dari bilik suara itu. Di sana, segala harapan tersimpan. Dan yang terpilih, berkewajiban mewujudkannya.

Februari 17, 2013

Kepada Ahmad Halwani, atau Mereka yang Mencari Cinta

Saat dirimu membaca suratku ini, jangan pernah berpikir bahwa ini sebuah nasehat. Sebab aku belum terlalu tua untuk bisa menulis sebuah nasehat yang bijak. Anggap saja aku tengah berbagi masa lalu padamu. Sesuatu yang tidak penting bagimu, namun dengan mengetahuinya, kau akan lebih matang memilih jalan.

Ketika kau mencintai jarak. Sesuatu yang sesungguhnya begitu asing. Sesuatu yang kau harap bisa membawamu pada arti bahagia, mungkin juga akan membawamu pada wilayah yang lain. Dengan mencintai jarak, maka kau harus bersiap kecewa, bersiap patah hati dan terluka. Aku tidak sedang menakut-nakuti. Namun selalu ada yang mengintai dari jarak yang tak mungkin bisa kita lipat. Aku tak tahu, sejauh mana kau mencintainya. Atau dia mencintaimu. Aku hanya mengenal jarak jauh sebelum kau mengenalnya.

Aku tahu bagaimana rasanya rindu dendam memahami waktu, mencoba bersiasat dengan tepat, menebak-nebak, sedang apa sesungguhnya dia. Aku tahu bagaimana rasanya berdamai dengan sebuah situasi, sebuah kondisi yang seringkali membuat kita ingin mati tapi tak ingin bunuh diri. Tidak ada yang salah dengan jarak, jika kamu mengenalnya lebih dari kamu mengenal saudara kandungmu. Namun jika kamu mengenalnya hanya sebagai bayang dari kisah remang-remang. Bersiaplah untuk angkat jangkar. Berlayarlah kembali. Hadapi lautmu sendiri.

Carilah pulau yang mampu kau rengkuh. Agar perahumu bisa benar-benar berlabuh. Utuh. Agar kelak, kau benar-benar bisa merasakan hangat airmatanya, indah senyumnya, dan dadamu bisa bergetar karenanya. Jangan bertahan pada wilayah yang kamu sendiri tak mengenalinya. Dalam gelap sekali pun, akan selalu ada cahaya yang menuntunmu.

Maka, tegaklah berdiri sebagai laki-laki. Tinggalkan dunia bayangmu itu. Lalu tatap harimu yang penuh matahari... Aku akan selalu ada, saat kau perlu tempat bercerita.

Februari 04, 2013

Catatan Kesedihan


sudah lama saya tidak menceritakan riwayat kesedihan di sini. setelah saya menemukan dia, seseorang yang rela berbagi kehidupannya dengan saya.saya nyaris tidak pernah mengalami kesedihan yang teramat. kesedihan, dia singgah sebagai kesedihan yang sewajarnya. datang, lalu pergi. pamit sebagai sesuatu yang kelak akan datang lagi, lalu pergi lagi. serupa kebahagiaan. tak ada yang benar abadi.

namun akhir-akhir ini, kesedihan, dia begitu setia. berulangkali saya mencoba untuk memintanya pergi, namun dia tetap saja enggan. dia seolah ingin menjadi teman yang siap berbagi apa saja dengan saya. lalu saya, tak bisa menolaknya.

sumber kesedihan?
jika ada seseorang bertanya pada saya, apakah sumber dari segala kesedihan saya? jawabannya hanya satu. saya merasa kaum saya, perempuan, yang konon katanya satu bagian dengan saya dalam sebuah perkumpulan, dia benar-benar tidak peduli pada saya. alih-alih memberikan empati. mereka bahkan membuat ungkapan-ungkapan yang menyakitkan. dan lebih memilih senior mereka daripada memilih berempati pada saya, seorang perempuan, sama halnya seperti mereka.

ah sudahlah. kesedihan, dia masih setia memeluk saya.
biarkan saya memeluknya lebih lama...

Januari 22, 2013

Mungkin Beginilah Rasanya Menjadi Ibu


harapan seperti hantu, terkadang menakutkanku. seringkali aku berharap bahwa aku bisa melewati hari ini dan esok dengan baik-baik saja. tanpa ketakutan. tanpa kecemasan. namun seringkali yang terjadi adalah aku diliputi rasa tak menentu. bukan, ini bukan soal yang menyangkut lagi perasaan remeh-temeh, yang dulu malah menjadi seperti penting.

perasaanku tak menentu saat pekerjaanku belum juga selesai, sedangkan deadline di depan mata. perasaanku tak menentu saat aku tahu bahwa sebentar lagi bulan berganti, dan aku, bahkan tak punya uang hanya untuk sekadar membayar iuran sampah. bahkan yang seringkali terjadi adalah, perasaanku tak menentu saat aku menyadari bahwa aku benar-benar tak bisa memberikan yang terbaik buat anakku.

mungkin beginilah rasanya menjadi ibu. begitu tak menentu, ketika segala sesuatu terjadi dalam rumahku.

Januari 15, 2013

Januari Hampir Matang, Sayang


ketika kau masih terlelap, sayang. aku terjaga entah untuk ke berapa kalinya. tidur nyatanya tidak bisa menghilangkan ingatan kita pada apa-apa yang semestinya kita ingat.

januari hampir matang. sedang aku masih juga mencari kata-kata, mencari ke dalam diri, ke luar diri. akulah ibu yang kehilangan anaknya. berulangkali mencoba memanggil segala mantra, namun yang kutemukan hanya tanda baca yang berserak, hanya tanda baca.

untuk apa mereka jika semua kata-kata menghilang? untuk apa?

Januari 05, 2013

Rumah Baru dan Rumah Lama

tahun 2012 adalah tahun yang penuh dengan jeda. hampir satu tahun itu, saya alpa menulis di blog. pada bulan mei, saya berpikir, mungkin saya butuh rumah yang baru, agar keinginan menulis di blog muncul kembali, seperti dulu. dulu sekali.

namun sia-sia saja. rumah baru saya pun tidak terurus. apalagi rumah yang lama. keduanya saya biarkan tak berpenghuni. kedua rumah itu nampak kesepian. menggigil pada malam-malam paling sunyi. padahal dulu, saya paling suka menulis di malam hari. membiarkan kata-kata bercumbu dengan kegelapan.

memasuki 2013, tahun dengan angka sial di ujungnya. saya kembali mencoba untuk membuka lagi pintu rumah saya. berharap kesialan tidak singgah pada rumah ini. padahal kesialan bagi sebuah blog adalah tak pernah dijamah pemiliknya. ya, saya berharap, tahun ini kata-kata akan senantiasa ada, mengisi seluruh ruang dalam rumah ini. agar malam, agar sunyi, tetap menjadi sahabat paling dekat, paling likat.

Bismillah... 
saya menulis lagi di sini. mari, mendekatlah...

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...