Oktober 22, 2007

Di Tubuhmu Aku Muarakan Segala Rindu

1
bertahuntahun aku mencari alamat bagi segenap luka dalam dada
hingga riuh musim mencampakkan aku pada sunyimu
kukenali kamar pengap itu sebagai hutan
tempat segala kisah mencari muasalnya
meski tak akan pernah ada mula
atau akhir yang genap

di kamar itu juga, lilin telah dinyalakan sejak senja datang
dan kita seperti bersiap memasuki hidup yang lebih asing
dari sekadar ziarah pada kubur leluhur

2
bukubuku berserakan seperti jiwa kita yang tercecer
dari peristiwa satu ke peristiwa lain pada banyak persimpangan
pada kurun waktu yang tak pernah terduga
saat itulah aku merasa menemukan pintu
tempat segala pulang diberangkatkan

tak ada peta, hanya lebar punggungmu yang setia
membawaku pada ruang kedap luka

3
di tubuhmu aku muarakan segala rindu
biar rasa tak sesat di sembarang tempat.

Bandung, 22 Oktober 2007

3 komentar:

Anonim mengatakan...

sunyi, senyap, hening...
tak hanya milik malam
tapi juga dikuasai oleh gulana kegelisahan..

tanya malam pada siang,
"apa yang bisa memecah kesunyian?"

jawabnya:
"cinta dan kelembutan"

si catur yang stanis mengatakan...

kau masih punya peluang untuk menyesatkan diri dalam dekapanku

Pejalan Kaki Maniak mengatakan...

Tibatiba saja aku menemukan lagi puisi ini. Ingatan mengajakku kembali menelusuri proses kreatif puisi ini :) Dan tiba-tiba aku merasa ada yang hilang atau dihilangkan darinya. Ada sejarah yang dikaburkan atau pun direnggut paksa darinya. Ah, sejarah, memang milik orangorang yang menang.

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...