November 08, 2003

memburu nafas berbatu
: kepada ibunda tercinta


jeritmu memecahkan bulan di jantungku
rintihmu merobek malam menjadi serpihan
serpihan gelap yang menyayat. ragamu koyak
sedang aku hanya menggapai kekosongan
menyempurnakan luka lantas airmata membeku
hanya menjadi igau dan racau

kanker itu mungkin telah menjalar ke tengkuk
seiring teriak hampamu memanggil seluruh penghuni
kubur keluarga

jangan pergi...
aku belum sempat membuatmu tersenyum bangga
hanya luka dan duka yang kunarasikan sepanjang masa
jangan pergi...
berikan sedetik lagi untukku
agar bisa kupersembahkan bakti paling purba
- mencium telapak kakimu adalah menghirup wangi surga

biarkan aku memikul seluruh lukamu agar tak kudengar
rintih dan jeritmu yang menghancurkan langit dan bumi
di dadaku
biarkan kucumbu engkau sebagai seseorang
yang pernah singgah di rahimmu

jangan pergi...
hanya padamu kuterjemahkan makna cinta seutuhnya.


07 november 2003

gemetar tanganku menulis kalimat demi kalimat itu. dada seakan sesak. benar-benar tak bisa terbayangkan, jika benar terjadi bahwa orang yang tengah tergolek di tempat tidur itu takkan bangun kembali. hampir saja airmata menetes. tapi rintihnya membuatku lantas mendekapnya erat, sangat erat.

telah kukecewakan seorang ibu, masih pantaskah aku menjadi seorang anak?

Tidak ada komentar:

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...