anjinglah dunia
nerakalah hidup
akan jadi surga
jalan yang tak redup
Januari 21, 2005
Januari 05, 2005
harusnya sejak awal aku menyadari, bahwa aku memang tak berdaya.
tak berdaya untuk sesuatu yang sesungguhnya aku tidak bisa melawan.
semacam cengkraman yang sulit terlepas. semacam ketakberdayaan
dan aku hanya bisa pasrah.
ini mengerikan.
aku tidak lagi sekuat dulu.
tidak lagi setegar yang kau bayangkan.
aku rapuh dan jatuh.
sekali lagi, ini mengerikan.
andai kau tahu, aku terlampau terluka.
tersayat-sayat dan hampir menjadi mayat.
bila membayangkanmu mampu membuatku tegar,
akan kuhabiskan setiap detikku untuk terus menghadirkanmu dalam ingatan.
tak berdaya untuk sesuatu yang sesungguhnya aku tidak bisa melawan.
semacam cengkraman yang sulit terlepas. semacam ketakberdayaan
dan aku hanya bisa pasrah.
ini mengerikan.
aku tidak lagi sekuat dulu.
tidak lagi setegar yang kau bayangkan.
aku rapuh dan jatuh.
sekali lagi, ini mengerikan.
andai kau tahu, aku terlampau terluka.
tersayat-sayat dan hampir menjadi mayat.
bila membayangkanmu mampu membuatku tegar,
akan kuhabiskan setiap detikku untuk terus menghadirkanmu dalam ingatan.
Januari 01, 2005
Desember 26, 2004
indonesia menangis lagi...
mungkin, sebaiknya kita ganti nama negara saja. layaknya seorang anak, kalau terus-terusan sakit, orang tuanya akan kembali mencari nama yang tepat, mungkin nama yang disandang terlalu berat bagi si anak.
kenapa nama indonesia tidak kita ganti saja?
mungkin juga nama indonesia terlalu berat untuk disandang.
mungkin, sebaiknya kita ganti nama negara saja. layaknya seorang anak, kalau terus-terusan sakit, orang tuanya akan kembali mencari nama yang tepat, mungkin nama yang disandang terlalu berat bagi si anak.
kenapa nama indonesia tidak kita ganti saja?
mungkin juga nama indonesia terlalu berat untuk disandang.
Desember 01, 2004
sesuatu yang sempat tertunda
aku tak ingat lagi tentang malam-malam lalu, ketika matahari yang terbakar itu ditelan gelap. yang aku ingat saat ini adalah kau, makhluk lindap yang diam-diam menggenapkan sunyi malam. sempurna sudah segala rasa. kau datang lantas menghilang. sungguh, aku ingin memelukmu dan berharap waktu terhenti saat ini. membiarkan kita menjadi abadi. menjadi tuhan bagi diri sendiri. menjadi pemilik teguh dari hati.
tapi hanya kau yang benar-benar menjadi tuhan. sedangkan aku masih juga sama, perempuan dengan rindu yang terlampau menggebu.
aku tak ingat lagi tentang malam-malam lalu, ketika matahari yang terbakar itu ditelan gelap. yang aku ingat saat ini adalah kau, makhluk lindap yang diam-diam menggenapkan sunyi malam. sempurna sudah segala rasa. kau datang lantas menghilang. sungguh, aku ingin memelukmu dan berharap waktu terhenti saat ini. membiarkan kita menjadi abadi. menjadi tuhan bagi diri sendiri. menjadi pemilik teguh dari hati.
tapi hanya kau yang benar-benar menjadi tuhan. sedangkan aku masih juga sama, perempuan dengan rindu yang terlampau menggebu.
November 16, 2004
dari lubuk malam,
bulan menangis untuk rasa kehilanganku
dari lubuk malam, bulan menangis untuk rasa kehilanganku
sebab engkau tak lagi hadir bersama sepi yang setia
melekat pada dua bola matamu
di sebuah kamar, tempat lembaranlembaran cerita
beterbangan, aku tetap tak menemukan harum sunyimu
padahal detikdetik mulai berlari bersama bergeraknya
cuaca mnuju cahaya
dimanakah engkau?
aku menunggumu di persimpangan jalan resah
untuk berbagi kisah duka dalam pekatnya rasa
aku ingin mereguk sepi dari cawan lukamu
meminumnya pada perjamuan malam kita
tapi engkau tak ada
dalam kelam, aku sendiri menekuri hari
mentasbihkan sunyi, mendzikirkan senyap
menunggumu dalam kekhusyuan rindu.
BumiAllah, 16 November 2004 | 01:15
bulan menangis untuk rasa kehilanganku
dari lubuk malam, bulan menangis untuk rasa kehilanganku
sebab engkau tak lagi hadir bersama sepi yang setia
melekat pada dua bola matamu
di sebuah kamar, tempat lembaranlembaran cerita
beterbangan, aku tetap tak menemukan harum sunyimu
padahal detikdetik mulai berlari bersama bergeraknya
cuaca mnuju cahaya
dimanakah engkau?
aku menunggumu di persimpangan jalan resah
untuk berbagi kisah duka dalam pekatnya rasa
aku ingin mereguk sepi dari cawan lukamu
meminumnya pada perjamuan malam kita
tapi engkau tak ada
dalam kelam, aku sendiri menekuri hari
mentasbihkan sunyi, mendzikirkan senyap
menunggumu dalam kekhusyuan rindu.
BumiAllah, 16 November 2004 | 01:15
Langganan:
Postingan (Atom)
Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus
Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...

-
Cikurai Suatu Ketika 04-06 Juli 2008 Di antara kami belum pernah ada yang sebelumnya ke Cikurai. Gunung yang terletak di kota Garut ini nyat...
-
jejak kita akan tercatat dalam sejarah perjalanan. pada setiap persimpangan jalan akan senantiasa ada yang tertinggal. walau hanya sekadar c...
-
perempuan macam apakah saya? pagi tadi, seperti biasa, saya berangkat ke kampus dengan memakai sandal jepit hitam, celana jeans hitam, dan j...