Saya
tinggal dan besar di Bandung. Tepatnya di Karang Tinggal Dalam, Kelurahan
Cipedes, Kecamatan Sukajadi. Dulu, kalau ada yang nanya, saya bandungnya di
mana, saya bilang di Sukajadi. Sekarang, kalau ada yang nanya dengan pertanyaan
yang sama, jawabnya lebih mudah lagi. Rumah orangtua saya tepat di belakang
Mall Paris Van Java atau PVJ.
Meski
saya tidak lahir di Bandung, tapi Bandung bagi saya seperti kampung halaman.
Saya merasakan bagaimana sejak kecil main hujan-hujanan. Saya masih ingat
sampai sekarang, hari itu hari Senin. Saya ke sekolah memakai sepatu baru yang
dibelikan ibu. Tepat saat pulang sekolah, hujan turun. Dan saya, saat hujan
seperti itu, seringkali memilih pulang daripada menunggu hujan reda di sekolah.
Saat
itu, saya buka sepatu baru saya karena takut basah. Saya masukan keresek, lalu
kereseknya saya talikan di tas punggung saya. Lalu dengan bahagianya, saya
pulang hujan-hujanan. Hujan yang besar membuat saya semakin bahagia. Beberapa
teman melakukan hal yang sama. Kami pulang dan hujan-hujanan bersama.
Sampai
rumah, saya dimarahi. Tapi ini bukan karena pulang hujan-hujanan. Ini lebih
karena sepatu yang saya gantungkan di tas punggung saya raib. Hilang entah ke
mana. Mungkin karena ikatannya tak kuat, jadi terlepas begitu saja saat saya
terlalu bahagia main hujan-hujanan. Sore itu adalah sore yang paling
menyedihkan. Saya kehilangan sepatu baru.
Hari
ini, saya mendengar Bandung dilanda hujan besar. Dan jalan-jalan menjelma
sungai. Sungai dengan arus yang deras. Anak-anak di Bandung hari ini saya
yakin, tak akan lagi merasakan bagaimana indah dan nikmatnya hujan-hujanan.
Hujan
di Bandung kini hanya terlihat sebagai ancaman. Sesuatu yang bisa saja
menghancurkan rumah, pertokoan, atau menghanyutkan kendaraan dan bahkan
membunuh diri kita sendiri.
Lalu
saya mengingat, sejak kapan Bandung menjadi mimpi buruk bagi warganya? Saya
benar-benar tak ingat. Mungkin sejak Bandung dipenuhi Mall, dipenuhi
hotel-hotel, dipenuhi orang-orang rakus. Mungkin.
Saya
teringat sumur di belakang rumah yang tak pernah kering meski musim kemarau.
Sumur itu, kini selalu kekeringan saat tiba musim kemarau. Adik saya bilang,
airnya dilarikan ke Mall semua. Hehehe....
Bandung,
oh Bandung!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar