Maret 06, 2008

cukup kutulis begini,
pelukanmu itulah yang senantiasa kurindukan.

haha...
tidak, ini serius.
aku tidak butuh apapun saat ini.
kecuali pelukanmu!

anggap saja aku konyol
tapi sudah cukup membohongi diri sendiri
aku hanya ingin kau!

KAU!

9 komentar:

Anonim mengatakan...

Dekap pelukan memang hangat,
Apalagi dengan segala keteduhannya.
Tiba-tiba aku rindu.
Saat dia berkelakar
Meski hanya lewat handphone.
Sekalipun aku bukan miliknya.

Anonim mengatakan...

Terkadang sepintas lewat senyum masih lebih penting dibanding pelukan untukku.

Tapi tentu saja, pelukan itu menyembuhkan banyak luka yang telah berlalu tapi tak menghilang.

Dan kini, yang paling aku takutkan adalah, aku kehilangan hati. Karena entah kemana perginya hatiku yang dulu...

Anonim mengatakan...

anonymous : getar itu mungkin lahir dari sebuah perasaan, bahwa kita mencintai sesuatu yang sudah dimiliki orang lain. getar yang lebih menyakitkan dari luka milik kita sendiri. ah, getar itu juga yang berhasil memporak-porandakan batin.

poetra : ketika kamu begitu takut kehilangan hati, diam-diam seseorang menangis di balik malam, dia merasa, hatinya telah terbang jauh, ke langit, ke bintang-bintang. dan kamu, bersiap menunjuknya dalam sebuah rasi. kenapa hati jadi begitu jauh? bisikmu pada diri sendiri.

Anonim mengatakan...

Entah kapan pelukan itu untukku....

Anonim mengatakan...

Jika diijinkanNYA merebut hati anakanaknya, barangkali akan tumbuh tunas baru mencuri hatinya.
Tapi apakah aku sanggup?

Aku masih ingat, betapa damainya ketika berjumpa dengannya. Betapa teduhnya. Andai aku beroleh pelukannya.

Ataukah testamen lama terbuka kembali? Sesuatu itu hanyalah sebuah tugas.

Anonim mengatakan...

terkadang sebuah senyuman yg tulus mampu menyembuhkan dan menyejukkan sebuah hati yang luka. :)

*pakabar*

Anonim mengatakan...

gw tau elu kangen gw, gw tau elu pengen meluk gw, cuman kalo minta peluk ya gak usah mintak gendong dong, berat tauk!

*anjrit smua komentar nya pada puitis, dan gw dirasukin jin*

Anonim mengatakan...

Semalam penatku harus menjelma menjadi bintang di langit. Hanya dua jam aku melayang dalam lelap tidur. Lalu aku harus terjaga, nyalakan komputer dan meneruskan pekerjaan. Di sela itu kami berbincang.

Selalu dan selalu ada kisah tentang anakanaknya. Tentang perilaku dan kebiasaan mereka. Tak pernah ada bahasan tentang kami. Tak pernah. Hanya katakata yang terselip nakal, "Kamu harus tahu bagaimana cara membangunkan putri bungsuku. Kamu harus mengajarkan putri sulungku tentang itu."

Bisakah aku aku memberikan kecup dan peluk seorang ibu yang tak pernah mereka cicip selama ini? juga bagi sang bapak?

Benarkah arah perjalananku?

Anonim mengatakan...

saya jadi malu :D

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...