April 07, 2004

kepadamu yang mencipta puisi
dalam gelapnya keraguan


lukamu mungkin belum selesai sampai disini, tapi airmata
tak harus surut menjadi pasir bagi berlabuhnya ombak,
deru nafasmu tak harus melukis amukan bagi ribuan badai
lelaplah dalam sunyi yang nisbi, agar lelah tak lagi singgah
lupakan camar yang lupa pulang sarang, sebab ada senja
yang akan membawanya kembali ke pulau ingatan
bermimpilah tentang rumah, tempat istirah bagi resah dan
gelisahmu yang fana

di jalanjalan ini, kelak kita nyanyikan lagu kepedihan
dengan musik semestanya yang tak pernah berhasil terbaca
hanya jejak menanjak yang akan menuntun langkah ini
menuju tebing rindu ibu, dari rahimnya yang abadi terlahir
nestapa dan kekalahan pada takdir. nasib menjadi pertanda,
hidup bukanlah sesuatu yang harus dimenangkan

kau dan aku mungkin akan bertemu pada peta lain
di rimba lain dengan catatan sejarah yang lain
tapi mata batin kita akan bicara tentang rindu
yang tak pernah usai.

BumiAllah, 03 april 2004

Tidak ada komentar:

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...