Agustus 16, 2006

obituari sebuah rasa

malam ini sepertinya aku akan menulis sesuatu yang agak panjang. meskipun aku belum tahu akan menulis tentang apa. aku sudah kehilangan semuanya. aku juga bahkan sudah mati rasa. aku tak lagi bisa membedakan apa itu kebahagiaan dan kesedihan. aku tak lagi ingat bagaimana cara tertawa atau menangis. harapan, mimpi, masa depan, semuanya tak penting lagi bagiku. sekarang ini tak ada yang penting dan tidak penting. semuanya seperti jalan di tempat. aku membeku untuk waktu yang entah.

ini bukan saja soal kehilangan. tapi ini juga soal bagaimana kita menitipkan kepercayaan. bertahun-tahun aku membangun kerajaan rasa. sebuah dinasti yang tak mungkin terkalahkan oleh suku mana pun juga. aku berhasil membangunnya sampai kukuh. sampai tak lagi bisa tersentuh oleh apa pun. tapi diam-diam, dinasti yang kubangun itu memberontak. kaisarnya ingin melepaskan ikatan dari kerajaan rasa yang selama ini bisa mengikat seluruh unsur dalam sebuah dinasti. lantas apa lagi yang bisa diharapkan dari ini semuanya?

waktu bukanlah ukuran. ketika benang-benang kepercayaan telah diurai diam-diam, maka jahitan sekuat apapun takkan bisa menghalangi hamburan benang yang tercerai-berai. semuanya sudah berakhir bukan? segalanya telah usai. dan kini, aku mungkin akan mengadakan sebuah upacara.

upacara kematian sebuah rasa. akan kulayarkan perahu kecil untuk membawa mayatnya ke laut lepas. dan dengan begitu, aku akan bisa menepati janjiku pada langit, pada bumi, dan padamu tentunya. sebuah janji yang hanya kau dan aku ketahui. sebuah janji yang mungkin menurutmu terlampau berlebihan. tapi ini janjiku. dan aku akan memegang teguh semuanya sampai aku mati.

waktu boleh saja berlalu begitu saja. rasa boleh saja mati begitu saja. tapi sejarah akan mencatat janjiku. seperti juga janjimu yang dulu tercatat dalam memoar perjalanan hidup kita.

cemara, 16 agustus 2006
22:09


*) setelah rasa sakit itu, akhirnya aku bisa menuliskannya.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

jadi janjimu apaan?

Anonim mengatakan...

Di sebuah perjalanan menuju tempat yang katanya sebuah rumah, aku mendengar suara letusan 2x yang awalnya kukira petasan. Seluruh awak penumpang dalam bis yang sama kutumpangi spontan melihat ke arah kiri. Lalu mata ini melihat, reserse sedang melakukan 'aksi' yang katanya penyergapan.
kau tau apa ini rasa?
H-A-M-B-A-R

Ketika tetangga samping melemparkan piring diiringi teriakan anaknya yang memekik ketakutan, aku hanya mengecapnya dengan rasa H-A-M-B-A-R

Barangkali ada riak kematian saat kau tatap telaga mataku.



/perempuan yang kau jemput di stasiun kota/

Anonim mengatakan...

dia bilang, menarik napas pun sendirisendiri. buang seni juga sendirisendiri. lalu kenapa harus kita ucap janji -untukmu selamanya?
jika kita tahu itu hanya ucap kencing yang terbuang menjadi seni.
aku jawab, aku hanya takut sepi.

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...