reportoar stasiun tua
kini tinggal sunyi yang tertinggal dari sekelumit perbincangan.
desau angin dan rintih pepohonan mengabarkan sebuah kampung
halaman yang terlupakan zaman
bangkubangku menggigil ditinggal bergegas sebuah kepergian.
di sini, orang mencipta jarak. mengubur kenangan pada tiang
tiang dan rel yang ditumbuhi ilalang
perempuan dengan tas merah itu mendekap gelisahnya di batubatu,
memandang jantung kota. menunggu mereka yang tersesat
di keramaian kembali ke asal bayangan
lumut di kepalaku mengabarkan tentang seekor semut yang merindu
iringiringan, jabat tangan dan peluk hangat. betapa secangkir kopi
menjadi artefak dalam aortaku, betapa lampulampu telah mati
sejak lama, betapa rembulan setia menangisi rantingkering di kakiku,
betapa seluruhnya menjadi bisu setelah perjalanan dilarung dalam badai.
BumiAllah, 17 Juni 2003
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus
Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...
-
Cikurai Suatu Ketika 04-06 Juli 2008 Di antara kami belum pernah ada yang sebelumnya ke Cikurai. Gunung yang terletak di kota Garut ini nyat...
-
jejak kita akan tercatat dalam sejarah perjalanan. pada setiap persimpangan jalan akan senantiasa ada yang tertinggal. walau hanya sekadar c...
-
perempuan macam apakah saya? pagi tadi, seperti biasa, saya berangkat ke kampus dengan memakai sandal jepit hitam, celana jeans hitam, dan j...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar