Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan kawasan hutan tersebut karena sebuah acara bertajuk Ranca Upas 2023 Camping Adventure Explore. Kerusakan kawasan tersebut bahkan sampai viral di sosial media.
Peristiwa kerusakan hutan bukanlah persoalan baru. Indonesia yang memiliki jumlah hutan terbesar kedua di dunia memposisikan Indonesia sebagai paru-paru dunia. Namun, posisi itu nyatanya tidak menjadikan masyarakat dan pemerintah lebih peduli.
Pada Tahun 1998 misalnya, kondisi Gunung Lemongan sudah sangat memprihatinkan akibat illegal logging besar-besaran. Saat itu, 2000 hektare hutan Lemongan habis dibabat. Akibat pohon-pohon yang ditebang secara liar inilah, berdampak pada kerusakan ekosistem serta menurunnya debit air 13 ranu yang ada di sekitar Gunung Lemongan. Jika penebangan pohon ini terjadi terus-menerus dan hutan tak kembali pulih, maka bisa dipastikan, banyak ranu akan kekeringan.
Abdullah Al-Kudus, atau akrab dipanggil A’ak, seorang pemuda yang hanya lulusan SMP, tidak tinggal diam. A’ak tidak mau berpangku tangan melihat kondisi kritis Gunung Lemongan.
A’ak, pria kelahiran 12 Oktober 1974 ini mengumpulkan puluhan anak muda untuk mengajak dan terlibat aktif menanam pohon dan merawat lingkungan. A’ak membuat sebuah kelompok yang diberi nama “Laskar Hijau”.
Laskar Hijau
Misi Laskar Hijau ini adalah untuk menyelamatkan lingkungan yang telah rusak akibat penebangan liar. A’ak meyakini bahwa kalau tidak ada yang melakukan sesuatu maka bukan mustahil anak cucu kita ke depannya akan mengalami hal yang lebih buruk dari hari ini.
Pada Tahun 2010, penghijauan ala Laskar Hijau sudah berbuah. Sedikitnya 400 hektare hutan di Gunung Lemongan sudah hijau. Ranu Klakah, danau terpenting di kawasan itu, debit airnya kembali naik. Danau-danau di sekitar lereng Gunung Lamongan merupakan penyuplai air untuk lahan pertanian masyarakat yang hidup di kaki Gunung Lemongan.
Maulid Hijau
A’ak pernah menggagas peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dia gabungkan dengan gerakan penghijauan menanam pohon. A’ak menyebut peringatan tersebut dengan Maulid Hijau.
Gerakan yang dilakukan oleh A’ak dan kawan-kawannya di Laskar Hijau bukan sesuatu yang mudah. Bahkan bisa dibilang dipenuhi tantangan. Bahkan pernah juga datang dari kaum agamawan, salah satunya Majelis Ulama Indonesia Lumajang.
MUI Lumajang pernah memfatwa A’ak sesat, karena mengaitkan maulid Nabi dengan cara yang dianggap ‘aneh’. Namun A’ak kukuh pada pendiriannya. A’ak justru makin mantap untuk memberikan segenap waktu dan tenaga yang dimilikinya untuk konservasi Gunung Lemongan.
Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards
2010
Atas apa yang telah dilakukannya, A’ak menerima Apresiasi SATU Indonesia Awards pada tahun 2010. Selain menerima penghargaan dari Satu Indonesia Awards, A’ak juga pernah meraih gelar penghargaan melalui Unit Kerja Presiden Bidang Pembinaan Ideologi Pancasila di tahun 2017.
A’ak Abdullah Al-Kudus menjadi salah satu peraih penghargaan dari 72 orang penerima penghargaan dari seluruh Indonesia. Nama Aak Abdullah Al-Kudus bersanding dengan nama Alan Budi Kusuma, peraih medali emas bulu tangkis Olimpiade Barcelona 1992 dan Lisa Rumbeiwas, atlet Angkat Besi peraih medali perak pada Olimpiade Athena Tahun 2004.
Apa yang dilakukan oleh A’ak memang selayaknya mendapat apresiasi. Gerakannya menghijaukan kembali Gunung Lemongan yang telah rusak bisa menjadi inspirasi bagi kaum muda hari ini. Sebab semakin hari, hutan-hutan di Indonesia semakin banyak yang mengalami nasib yang sama dengan Gunung Lemongan dulu, bahkan sebagian gunung mengalami nasib yang lebih buruk.
Semestinya, dengan hadirnya A’ak dan gerakan Laskar Hijau, akan lahir juga A’ak A’ak berikutnya bersama laskar-laskar hijau lainnya. Sebab seperti kata A’ak, hutan adalah masa depan kita. Tanpa hutan, kita tak punya masa depan.
A’ak adalah sosok dengan 1001 aktivitas. Dunia seni digelutinya, terutama seni rupa, sastra, dan teater. Dia pernah berguru kepada sejumlah seniman hebat, seperti pelukis Uki Sukisman di Pasar Seni Ancol, Jakarta, WS. Rendra (almarhum), penyair sufistik Dik Munthalib, 75 tahun, serta cerpenis nyentrik Julius Siyaranamual (almarhum).
Generasi muda hari ini semestinya bisa belajar banyak dari A’ak. Idealismenya tentang lingkungan dan masa depan masyarakat Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari hutan dan ekosistem di dalamnya.Tanpa lingkungan yang baik, masa depan Indonesia adalah masa depan dengan suhu yang panas, air yang susah didapat, bahan pangan yang sulit didapat.
A’ak telah memahami bahwa semesta bekerja dengan timbal balik. Apa yang kita tanam, itu yang kita tuai. Jika hari ini kita menanam pohon, maka kita akan menuai bukan saja buah, tapi kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.
Merawat Jangan Merusak
A’ak memiliki keyakinan bahwa merawat lingkungan adalah jalan untuk keberlangsungan ekosistem makhluk hidup, termasuk kita, manusia. Jika tidak bisa merawat, maka jangan sekali-kali merusak.
Apa yang terjadi dan sempat viral di Ranca Upas beberapa bulan lalu, rusaknya bunga rawa oleh kendaraan bermotor dalam sebuah acara, tentu saja tidak perlu terjadi jika semua orang memiliki pemikiran yang sama seperti A’ak.
Indonesia di masa depan tentu adalalah Indonesia dengan segala permasalahan di dalamnya yang semakin berat. Masalah kerusakan lingkungan adalah ancaman utama bagi keberlangsungan alam lestari Indonesia. Gerakan yang dilakukan A’ak adalah gerakan yang harus terus diperluas. Agar masa depan Indonesia adalah masa depan yang gemilang.
Terima kasih A’ak, terima kasih Laskar Hijau. Kami harus belajar kepadamu.