Oktober 23, 2003

tiba-tiba saya teringat dengan beberapa lagu dari puisi-puisinya sapardi djoko damono. ya, saya masih ingat saat itu setiap hari yang saya nyanyikan adalah lagu musikalisasinya dia. beberapa puisi menjadi favorit saya karena sentuhan musik dan liriknya yang benar-benar pas. malam ini, tiba-tiba saya ingin menuliskan semuanya..

sapardi djoko damono
ketika jari jari bunga terbuka

ketika jari jari bunga terbuka
mendadak terasa: betapa sengit cinta kita
cahaya bagai kabut, kabut cahaya

di langit. menyisih awan hari ini
di bumi. meriap sepi yang purba
ketika kemarau terasa ke bulu bulu mata
suatu pagi di sayap kupu kupu,
di sayap warna

suara burung di ranting ranting cuaca
bulu bulu cahaya; betapa parah cinta kita
mabuk berjalan, diantara jerit bunga bunga rekah

ketika kau

ketika kau entah dimana dalam nadiku
kusaksikan kertap cahaya itu
belum pernah kukenal sebelumnya
cuaca tersirap begitu tiba tiba

ketika kau entah dimana dalam urat darahku
kudengar lengking suara itu
:seperti asing rasanya matahari senja
tak ingin tenggelam di ufuk sana

pada suatu hari nanti

pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri

pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi diantara larik larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati

pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela sela huruf sajak ini
kau takkan letih letihnya kucari


sekarang rasanya sulit untuk bisa mendengarkan lagu-lagu itu dari kaset aslinya. dan saya pun tak sempat merekamnya. saya rindu dengan lagu itu.

Oktober 11, 2003

dunia macam apa ini?

dunia macam apa ini, bapak?
karena ulahmu aku ada, dan dari rahim perempuanmu aku lahir
tapi apakah kau tahu? dunia apa yang tengah kau kirimkan untukku?

aku merintih.. saat melihatmu hanya terbaring
mana kekuatanmu saat kau mengirimku ke dunia ini?
aku hanya mampu melihatmu, tanpa bicara sepatah kata pun

bapak, aku letihhhhhhhhhhhh
apakah kau lebih letih dariku? atau kau sama sekali tak pernah letih?
aku tanpa siapa pun, dan aku benar-benar merasa asing pada wajahmu
pada wajah perempuan yang bernama ibu

dunia macam apa ini, bapak?
aku hanya rindu berdiam di rahim para ibu.

BumiAllah, 10 oktober 2003

Oktober 09, 2003

ritus bulan

aku tak pernah tahu berapa lama engkau singgah disini
tapi iramamu serupa detak jam dinding yang kuhapal
dentingnya pada pusara matahari dan ritus rembulan

senja yang larut pada laut
melukis samar wajahmu lewat terjal karang
sedang camar pulang ke sarang merajut mimpi
atas rindu ibu

perjalanan ini kekasih
telah kulewati dengan kaki pincang dan luka di dada kiri
menggoreskan tanda merah pada batubatu, pepohonan
dan tanah basah. sedang angin sudah sejak lama
membawa amis darah ke setiap penjuru

di belantara mana kita akan bertemu?
sebab aku mulai letih menghitung rasi, membaca cuaca,
menentukan musim bagi para pecinta yang berziarah
di kuilkuil para dewa.

BumiAllah, 05 oktober 2003

Hutan untuk Masa Depan: Kisah Inspiratif A'ak Abdullah Al-Kudus

Beberapa bulan ke belakang, tepatnya bulan Maret 2023, kawasan hutan Lindung Ranca Upas rusak, hamparan bunga rawa tak bersisa. Kerusakan ka...